UMKM Butuh Biaya Banyak untuk Pemasaran

May 7, 2024 12:09 pm

Bicara tentang potensi perekonomian nasional, termasuk di DKI Jakarta, sebagian besar potensi itu bisa ditemui pada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Sedangkan permasalahan yang dihadapi UMKM selama ini tersarikan dalam dua hal. Yakni permodalan dan pemasaran.

“Dari sisi aspek permodalan, ganjalan pelaku UMKM adalah akses terhadap fasilitas perbankan yang belum terbuka dan literasi keuangan yang belum memadai,” ujar Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Desie Christiyana Sari.

Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Desie Christiyana Sari. (dok.DDJP)

 

“Sementara, dari aspek pemasaran, UMKM butuh biaya yang tidak sedikit untuk memasarkan produknya secara luas,” tambah Desie.

Ia mengatakan, kedua ganjalan yang dihadapi pelaku UMKM sebetulnya bisa diringankan oleh insentif dari pemerintah.

Apalagi melihat peran UMKM terhadap Pendapatan Domestik Brutto (PDB) nasional mencapai 57,6 persen. Bukan hanya itu.

UMKM juga mampu menyerap sekitar 96,7 persen tenaga kerja dari total pekerja Indonesia. Termasuk DKI Jakarta di dalamnya.

“Dua kali krisis besar Indonesia membuktikan UMKM resilient terhadap gejolak ekonomi. Hal itu juga diakui Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso saat kuliah umum di Universitas Andalas beberapa waktu lalu,” papar Desie.

Bagi permasalahan nomor satu, kata Desi, yakni akses permodalan. Ada solusi terjitu yang bisa menyelamatkan keberlangsungan UMKM. Khususnya di daerah.

Seiring dengan kemajuan teknologi informasi, akses pembiayaan UMKM terbantu dengan hadirnya platform pembiayaan digital, seperti fintech peer to peer (P2P) lending.

“Dalam kesempatan itu, Ketua OJK menggarisbawahi, pihaknya juga menyadari bahwa proses penyediaan pembiayaan melalui sektor jasa keuangan tradisional, seperti perbankan umumnya cukup kompleks karena harus memperhatikan aspek prudensial,” kata dia.

“Kondisi ini justru bisa diatasi oleh fintech P2P lending. Debitur yang unbankable dapat memanfaatkan jasa penyedia platform pinjam meminjam demi mengembangkan bisnis UMKM. Semuanya sangat mudah dan cepat,” tambah Desie.

Sebetulnya, tambah Deasie, selain melalui fintech, fasilitas lain yang sudah pemerintah coba berikan adalah bantuan wirausaha pemula dari Kementerian Koperasi dan UKM serta bantuan pinjaman Lembaga Penyedia Dana Bergulir untuk UMKM.

Pembiayaan juga bisa didapat melalui program pengembangan kapasitas usaha dari PT Permodalan Nasional Madani dan Program Kemitraan dan Bina Lingkunga dari BUMN.

“Tak hanya itu. Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) juga digelontorkan. Tapi, masalah lainnya adalah penyebaran jaringan lembaga jasa keuangan formal yang tidak merata. Struktur geografis dan populasi yang tersebar dan literasi keuangan juga rendah,” kata dia.

Berdasarkan catatan OJK, tambahnya, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 59,3 juta unit usaha atau 99,9 persen dari jumlah unit usaha yang ada.

Sebagian besar, pelakunya adalah perempuan. Bahkan, 15,7 persen ekspor Indonesia dikontribusikan oleh produk UMKM.

Dia menambahkan, Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM, Yuana Sutyowati beberapa waktu lalu mengungkapkan, program pengembangan pembiayaan untuk skala UMKM menjadi solusi meningkatkan produktivitas dan daya saig UMKM Tanah Air.

Sebab, jumlah UMKM mendominasi struktur pelaku usaha nasional. “Pihak Deputi Bidang Pembiayaan Kemenkop dan UKM juga berkomitmen untuk mendukung pengembangan pembiayaan skala mikro sebagaimana yang telah dilaksanakan melalui berbagai program strategis,” tandas dia.

Antara lain, sambung Desie, perumusan kebijakan yang mendukung tumbuh berkembangnya sistem pembiayaan bagi usaha mikro.

Selain itu, koordinasi dan sinergi dengan Kementerian/Lembaga (K/L) dan stakeholder terkait, khususnya lembaga perbankan sebagai mitra strategis pemerintah dalam pengembangan pembiayaan usaha skala mikro,” tukas Deasie. (DDJP/stw)