Furniture Daur Ulang, Harta Karun Penghias Ruangan

May 8, 2024 2:05 pm

Mahalnya harga furniture di tangan konsumen karena makin sulitnya memperoleh bahan baku. Tetapi kondisi ini dapat disiasati dengan menerapkan gaya hidup hijau di rumah dengan mendaur ulang bahan-bahan bekas.

Kreator furniture mengemukakan bahwa ‘Sampah seseorang adalah harta bagi orang lain’. Nah, bagi penganut filisofi serupa, tidak ada salahnya untuk membawanya ke rumah dan menularkan semangat positif ucapan tersebut kepada keluarga tercinta.

“Sebagai langkah awal, Anda bisa memulainya dengan memilih furnitur rumah dari bahan bekas yang bersifat eco-friendly,” ujar Wakil Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Taufik Azhar saat berada di Pusat Pameran Meubel di Jl Raya Bekasi Timur, Jatinegara, Jakarta Timur, Sabtu (4/5).

Wakil Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Taufik Azhar. (dok.DDJP)

“Seperti yang dilakukan tangan-tangan terampil para pengukir di Pusat Pameran Meubel Jatinegara, di Jl. Raya Bekasi Timur, Klender, Jakarta Timur ini,” tutur dia.

Kayu yang sudah rusak dan tidak digunakan lagi, sambung wakil rakyat dari Fraksi Partai Golkar itu, diukir menjadi sejumlah produk mebel dan furniture, seperti kursi, meja, dan hiasan rumah yang unik dan bernuansa seni dengan dekorasi hias berbentuk gitar, wayang semar, dan sebagainya.

“Bentuknya memang kerajinan tangan biasa, tetapi kayu yang sudah tidak digunakan lagi dapat dimanfaatkan untuk sesuatu yang fungsional atau hiasan dekorasi yang bernilai ekonomis tinggi. Tentang harga, tentu bervariatif,” imbuh Taufik Azhar.

Meski demikian, kata dia, ada furniture yang berharga jutaan rupiah. Dari segi kualitas, tentu tak bisa disamakan dengan kayu serupa yang berkualitas mumpuni.

Akan tetapi, bekas-bekas sayatan dalam bahan mebel yang terlihat secara kasat mata itu. “Nyatanya, menarik perhatian penikmat mebel dari dalam dan luar negeri saat digelar dalam pameran mebel seperti di JIExpo Kemayoran beberapa waktu lalu,” beber Taufik Azhar.

Wakil rakyat yang membidangi perekonomian dan pariwisata itu leih lanjut mengemukakan, pemasarannya ternyata tembus kawasan Eropa dan Afrika. Orang-orang asing ternyata lebih menyukai yang bersifat natural.

“Bukan berarti masyarakat lokal kurang menyukai, tetapi dari segi volume, orang asing justru paling banyak peminatnya,” tandas dia.

“Tren pemanfaat kayu-kayu bekas tersebut, sejak krisis moneter melanda negeri ini pada sekitar 1998, ketika kebutuhan kayu untuk industri mebel semakin mahal karena pemintaan terus menurun,” papar Taufik Azhar.

Ketika itu, ungkap dia, bisnis mebel Jepara untuk bahan baku harganya meningkat hingga 300 kali lipat, sehingga untuk produksi lagi jelas tidak memungkinkan.

“Nah, mulai awal tahun 1999, ide membuat mebel daur ulang itu dirintis dan berkembang hingga sekarang. Dalam setiap pameran mebel tingkat nasional, baik di JI Expo Keamayoran, Convention Hall Senayan, Galeri Smesco Jl. Gatot Subroto, Jakarta Selatan, stand furniture daur ulang selalu menyita perhatian pengunjung,” tambah dia.

“Munculnya produk-produk mebel inovatif dan kreatif dari bahan bekas yang selama ini kurang dimanfaatkan, sekarang menjadi tren dan hasilnya ternyata tak kalah menarik dibanding harga mebel dari bahan kayu normal,”pungkas Taufik Azhar. (DDJP/stw)