Wisata ke Taman Bernilai Sejarah

May 16, 2024 12:01 pm

Sebagai ibukota negara, Jakarta memiliki ratusan taman. Di Jakarta saja tak kurang dari 150 taman lebih. Baik milik Pemprov DKI Jakarta, maupun taman-taman yang dikelola pihak swasta sebagai kompensasi dari fasilitas sosial (Fasos) dan fasilitas umum (Fasum).

Tak jarang pula bentuk kepedulian pihak swasta dalam melestarikan lingkungan hidup atau menciptakan paru-paru kota lewat pembangunan taman. Dari sekian banyak taman dan jalur hijau tersebut, taman yang memiliki sejarah dan saksi dari berdirinya Kota Jakarta adalah Taman Suropati.

Taman Suropati yang terletak antara Jl. Teuku Umar, Jl.Suropati, dan Jl. Diponegoro itu berbentuk bulat alias tak memiliki sudut. Ini menggambarkan bentuk aslinya. Sebab taman ini menjadi satu kesatuan antara Taman Suropati, Taman Menteng, Taman Lembang dan Taman Sunda Kelapa. Dahulu, Taman Suropati memiliki luas lahan 3 hektar. Namun kini tersisa 13. 584 meter persegi.

Wisata taman bagi keluarga Utami Sri Rejeki (56) bersama tiga orang putra dan seorang putrinya merupakan kebiasaan yang dilakukan setiap minggu. Dari wisata taman itu pula anak-anaknya memperoleh ilmu pengetahuan tentang kapan taman itu dibagun, siapa arsiteknya, sejarah taman dan latar belakangnya.

Ketiga anak Utami yakni Riyano, Ridho, dan Safitri mengaku, dari wisata taman itu bukan hanya mampu memperluas wawasannya tentang berapa jumlah taman di Jakarta. Tetapi juga dapat mengetahui berbagai jenis tanaman langka yang kini sedang digalakkan oleh Pemprov DKI Jakata di beberapa taman di ibukota.

Mereka juga tahu, Taman Suropati itu pada zaman Belanda dahulu bernama Burgeermester Bischop Plein. Sesuai dengan perkembangan Kota Jakarta, taman yang semula menjadi kesatuan dengan Taman Menteng, Taman Lembang, dan Taman Sunda Kelapa, kini terpisah.

Beberapa pohon besar yang terdapat di taman itu bukan hanya membentuk ruang terbuka hijau, tetapi juga berfungsi meningkatkan kualitas dan kuantitas ruang kanopi kota.

Taman Suropati sebagai ruang terbuka hijau (RTH) kota, selain memiliki nilai ekologis dan arsitektural, juga sarat dengan nilai-nilai sejarah. Karenanya, para arsitek landsekap menilai, taman ini bukan hanya sekedar menjadi RTH, tetapi juga sebagai taman budaya.

Di taman itu pula sering digelar kegiatan seni budaya. Bak budaya Betawi, budaya nasional sampai ensembel musik. Setiap pagi dan sore, jogging track yang terdapat di tengah taman itu banyak dimanfaatkan masyarakat untuk bebagai kegiatan.

Bahkan, taman tersebut dijadikan simbol persahabatan antarbangsa dan Negara dan mengubah konsep taman sebagai taman kota menjadi taman publik setelah direnovasi pada 1984 silam. Di sebelah selatan Taman Suropati, terdapat Taman Diponegoro berada di tengah-tengah jalur hijau persis di depan gedung Bappenas. (DDJP/stw)