Teknologi water mist atau menyemprotkan kabut air ke udara dinilai efektif sebagai solusi mengendalikan polusi udara. Demikian ditegaskan Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Dedi Supriadi.
Menurut dia, langkah ini bisa membantu mengikat partikel polusi di udara yang bisa digunakan untuk jangka pendek.
“Indeks pencemaran udara itu jadi tidak terlalu tinggi. Tapi itu adalah langkah kuratif, mengobati,” ujar Dedi saat dihubungi, Rabu (19/6).
Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Dedi Supriadi. (dok.DDJP)
Upaya memulihkan kualitas udara dengan teknologi water mist dinilai jauh lebih baik daripada menyiramkan air ke jalanan.
Sebab, kabut air yang disemprotkan ke udara akan mengikat partikel polusi sehingga kualitas udara yang dihirup lebih bersih.
“Bisa menangkap partikel polusi lebih efektif sebelum dia sampai di lapisan udara paling bawah dan mencemari udara yang dihirup masyarakat,” kata Dedi.
Sebagai langkah kuratif, water mist memang cocok digunakan. Sedangkan untuk jangka panjang, butuh solusi jitu.
Di sisi lain, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mengungkapkan, berdasarkan hasil analisis model Hybrid Single-Particle Lagrangian Integrated Trajectory (HYSPLIT) dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) yang dilakukan oleh Tim Ahli IPB menunjukkan bahwa dalam dua hari terakhir angin dominan berasal dari arah Timur dan Timur Laut. Hal itu berdampak penurunan kualitas udara Jakarta.
Asep mengakui, perubahan perilaku masyarakat yang sudah beralih menggunakan transportasi publik, bersepeda, dan berjalan kaki juga dapat menyumbang perbaikan kualitas udara.
“Itu juga kami kampanyekan. Selain itu, upaya jangka pendek juga kita tempuh dengan mengimbau pengelola gedung-gedung tinggi memasang water mist dan memperketat uji emisi kepada pemilik kendaraan bermotor di Jakarta,” tukas Asep. (DDJP/bad/gie)