Kantin sekolah dinilai berpotensi menghasilkan pendapatan retribusi daerah. Demikian ditegaskan Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Sutikno.
Wacana itu muncul setelah Sutikno mengetahui keberadaan kantin sekolah di sebuah sekolah yang menerapkan tarif sewa lapak sebesar Rp5juta per tahun.
“Kantin di SMA 32 di daerah Cipulir, ada sekitar 14 kantin. Tetapi setiap tahunnya membayar Rp5 juta, berarti sudah Rp70 juta di satu sekolah,” ujar Sutikno di Grand Cempaka Resort and Convention, Cipayung, Bogor, Jawa Barat, Selasa (19/11).
Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Sutikno. (DDJP/rei)
Oleh karena itu, ia meminta Dinas Pendidikan (Disdik) mendata seluruh kantin yang terdapat di dalam sekolah.
Menurut dia, untuk menggali potensi pendapatan daerah dari retribusi membutuhkan kejelian SKPD.
“Sekolah didata kantinnya. Ini bisa menjadi pemasukan retribusi. Harus teliti, harus jeli ada potensi uang masuk,” ucap Sutikno.
Untuk itu, Sutikno berharap, Dinas Pendidikan mengkaji dan usulan sebagai bahan membuat payung hukum mengatur tentang penetapan tarif retribusi kantin sekolah.
“Sudah kita sampaikan ke inspektorat agar ada payung hukumnya. Biar sama-sama tidak melanggar aturan dan sesuai ketentuan, sehingga pendapatan retribusi bisa naik,” tutur Sutikno.
Di kesempatan yang sama, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Purwosusilo menjelaskan, kini terdapat sekitar 1.788 kantin tersebar di seluruh sekolah negeri.
Sebanyak 1.305 di sekolah dasar (SD), 293 di sekolah menengah pertama (SMP), 117 di sekolah menengah atas (SMA), dan 73 di sekolah menengah kejuruan (SMK).
Purwosusilo sepakat akan menyiapkan rancangan payung hukum untuk mengiptimalkan potensi pendapatan retribusi daerah dari seluruh kantin sekolah.
“Memang perlu regulasi memayungi pemanfaatan aset kantin sekolah. Nanti akan kita koordinasikan ke BPAD,” tukas Purwosusilo. (gie/df)