Rakyat dan pemerintah, punya masalah yang sama. Utang. Ada yang megatakan, utang pemerintah masih aman. Tapi, ada pula yang bilang sangat berisiko alias menjurus tidak aman.
“Perdebatan itu bukan isu baru. Apalagi di tahun politik seperti sekarang ini, selalu muncul. Karena itu,pasti ada pro dan kontra,” kata Jumadi.
“Dalam debat calon pimpinan di tempat kita kerja beberapa waktu lalu, isu ini juga mengemuka. Ada yang berjanji akan berusaha mengurangi utang. Ada pula yang bertekd, utang tak masalah, asalkan produktif, trasparan dan jelas peruntukannya,” Jonder ikut nimbrung.
“Menjelang pergantian pimpinan perusahaan Oktober 2024, isu ini kembali mencuat. Karena itu, kita yang ditunjuk sebagai Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Pimpinan Terpilih harus memberi penegasan bahwa pimpinan terpilih, Pak Sukoco agar berhati-hati dalam mengelola utang,” kata Sudirman.
“Hati-hati di sini, bisa dibaca sebagai ‘tidak akan besar pasak dari pada tiang’. Tapi, bisa juga diartikan bahwa langkah dan kebijakanya akan sangat selektif dengan perhitungan matang, fokus dan memperhatikan skala prioritas,” kata Sumarno.
“Ya. Untuk mengujinya, bisa diajukan dua pertanyaan. Pertama, apakah utang ini lebih karena memenuhi keinginan atau kebutuhan. Kedua, kalau kebutuhan, apakah butuhnya sekarang atau nanti,” tambah Sudirman.
“Salah satu yang paling seksi dan sering menjadi pertanyaan sekarang adalah bagaimana membangun kepribadian agar bisa memberi jaminan kesejahteraan karyawannya. Agar terjamin jiwa raganya,” kata Jumadi.
“Rupanya, kamu benar-benar memahami apa arti syair lagu Indonesia Raya yang berbunyi ’bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonsia Raya,” kata Sudirman.
“Jiwanya dulu, baru fisik atau raganya. Kalau jiwa dan raganya bisa sejalan, sama-sama dibangun dan maju, tentu lebih baik,” kata Jumadi. (DDJP/stw)