Transportasi merupakan cara memindahkan manusia atau barang dengan menggunakan wahana yang digerakkan oleh manusia atau mesin.
Bahkan pada zaman sebelum penggunaan mesin, transportasi juga menggunakan hewan. Para ahli sepakat bahwa transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam beraktivitas sehari-hari.
Sesuai perkembangan zaman, transportasi menjadi alat yang semakin dibutuhkan. Bentuk alat transportasi terus mengalami perkembangan.
Semakin canggih. Sebab, manusianya semakin canggih memikirkan dan menciptakan alat transportasi yang dianggap paling efektif dan efisien.
Seperti di Kota Jakarta yang banyak menyimpan sejarah panjang perkembangan alat transportasi. Masyarakat di kota yang kini dikenal semakin modern ini, berbagai transportasi canggih yang menghubungkan pusat kota dengan wilayah aglomerasi sudah ada. Yakni MRT, LRT, Commuter Line, hingga TransJakarta.
Namun sebelum semua transportasi itu ada, berbagai bentuk transportasi telah dirasakan juga oleh masyarakat dari masa-masa sebelumnya. Seperti Delman dan Becak.
Selanjutnya adalah alat transportasi bernama Trem yang sudah ada di Batavia (nama Jakarta kala itu) sejak pertengahan 1800 hingga 1900-an.
Mulanya trem kuda yang mampu mengangkut 40 orang hadir pada 1869. Keberadaan trem kuda ditulis dalam buku ‘Kisah Betawi Tempo Doeloe: Robin Hood Betawi’ karya Alwi Shahab.
Seiring perkembangan teknologi, keberadaan trem kuda lantas digantikan dengan trem uap yang muncul sekitar 1881. Pada 1950-an ada sekitar 5 lintasan atau lin dalam bahasa Belanda.
Lin-lin itu antara lain melintasi Kampung Melayu, Jalan Cut Mutia, Jalan Tanah Abang Raya (sekarang Jalan Abdul Muis), Harmoni, dan Pasar Ikan. Operasi trem ini kemudian dihentikan pada 1959.
Trem kuda berawal ketika Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels membangun kota Batavia, lengkap dengan banyak jalan besar. Ketika itu, transportasi umum masal belum ada di kota baru Batavia.
Warga Batavia mulai mengenal angkutan umum berbasis rel sejak 1867. Tepatnya pada 10 Agustus 1867, mulai diwacanakan transportasi umum berupa trem kuda. Namun trem kuda baru mulai beroperasi pada 20 April 1869.
Kendaraan ini menjadi sarana angkutan terpanjang atau yang memuat banyak penumpang setelah delman. Sebuah gerbong atau wagon berjalan di atas rel.
Dua ekor kuda bahkan lebih, menarik gerbong itu dengan cara menggigit alat tarik besi yang ditambatkan di tali kendali.
Sebenarnya rencana awal pembuatan jalur trem di Batavia sudah digagas oleh Mr. J. Babut du Mares pada 1860. Untuk merealisasikan hal tersebut pada 1867 firma Dummler & Co diberi kepercayaan untuk mengerjakan konstruksi jalur trem dengan lebar spur 1.188 milimeter.
Trem kuda pertama kali beroperasi dengan rute Amsterdamsche Poort (Pasar Ikan) — Harmoni melewati Taman Fatahillah dan Pintu Besar Selatan sekarang. Pada Juni 1869, karena minat warga Batavia semakin besar, dibuat jalur tambahan Harmoni-Tanah Abang.
Selain itu, dibangun jalur dari Harmoni ke Jalan Veteran menuju Kramat dan berakhir di Meester Cornelis (Jatinegara). Perusahaan pengelola trem kuda adalah Bataviasche Tramway Maatschappij.
Tentu karena rute terlalu jauh ditambah beban terlalu berat, timbul persoalan pada trem kuda. Sebagai makhluk hidup, kekuatan kuda pasti ada batasnya.
Sulit diprediksi waktu tempuh penumpang ketika kuda mulai kelelahan. Terutama ketika sedang terburu. Belum lagi, ruas jalan menjadi kotor karena kotoran kuda yang bertebaran.
Setelah itu, pejabat Kotapraja Batavia mengeluarkan peraturan bahwa pada bagian belakang kuda harus diberi karung agar kotorannya tidak berjatuhan di jalan.
Pada waktu itu fasilitas trem masih sangat diskriminatif. Warga Eropa tentu saja mendapat fasilitas utama. Menyusul bangsa Timur dan paling buncit warga bumiputera.
Setiap gerbong dibedakan berdasarkan kelas. Setiap satu rangkaian ada kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Kelas 3 berupa gerbong terbuka untuk warga bumiputera. Bangsa Eropa mendapat kelas 1. Kelas 2 untuk warga Tionghoa, Arab, dan Indo.
Tarif untuk kelas 1 sebesar 20 sen untuk sekali jalan atau 35 sen untuk pergi pulang. Sementara harga karcis kelas 3 hanya 15 sen. Ternyata, pendapatan terbesar berasal dari warga bumiputera, yakni mencapai 85 persen dari penjualan karcis.
Trem kuda mampu mengangkut 40 penumpang. Sumber lain mengatakan tarif 10 sen dikenakan untuk rute Amsterdamsche Poort – Kramat, Amsterdamsche Poort — Tanah Abang, dan Kramat — Jatinegara. Waktu operasi trem kuda pukul 05.00 hingga 20.00.
Setiap tahun, tidak kurang 545 kuda menjadi korban dari trem tersebut. Karena dianggap kurang efektif, trem kuda hanya bertahan sekitar 12 tahun.
Setelah berkembang teknologi mesin uap, trem kuda digantikan trem mesin uap pada 1 Juli 1883.
Trem uap mampu mengangkut penumpang lebih banyak dengan waktu tempuh lebih cepat. Selain foto dan lukisan, bukti adanya trem kuda tergambar dari temuan-temuan arkeologi di sekitar Stasiun Kota.
Mengingat akan dibangun jalur MRT, maka beberapa tahun lalu dilakukan ekskavasi arkeologi.
Dalam kegiatan itu ditemukan beberapa bagian dari trem kuda, seperti sadel, mur, baut, dan sepatu kuda. Ini pernah dikatakan arkeolog Argi Arafat dalam seminar tentang moda transportasi pada Sabtu, 24 September 2022, di Museum Sejarah Jakarta. (DDJP/df)