Komisi E DPRD Provinsi DKI Jakarta menilai, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) rujukan pasien terpapar virus corona belum optimal melakukan penanganan. Salah satu kendala yang dihadapi RSUD di DKI ini adalah terbatasnya kapasitas laboratorium.
Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta Anggara Wicitra S mengatakan, jumlah dan kapasitas laboratorium sebagai ujung tombak penguji terjangkitnya atau tidak pasien terhadap virus corona masih sangat kurang. Keterbatasan itu dilihat langsung jajaran Komisi E DPRD DKI Jakarta saat mengunjungi tiga RSUD, masing-masing RSUD Pasar Minggu Jakarta Selatan, RSUD Koja Jakarta Utara dan RSUD Tarakan Jakarta Pusat.
“Kami sudah dari jauh-jauh hari mendorong Dinas Kesehatan untuk menaikkan jumlah kapasitas pemeriksaan laboratorium. Jadi ini salah satu hambatan di lapangan adalah hasil lab yang begitu lama. Akhirnya teman-teman medis yang dibawah (RSUD) ini tidak bisa cepat mengambil tindakan, makanya (hasil lab) itu menjadi kunci utama,” ujar Anggara di RSUD Koja, Jakarta Utara, Senin (20/4).
Agar penanganan pasien positif corona ini cepat dan akurat, Komisi E akan mendorong Dinas Kesehatan segera menetapkan RSUD rujukan pasien korona secara terpusat. Sehingga, meminimalisir resiko penularan virus korona yang kini terus terjadi secara masif di DKI Jakarta.
“Kalau dari kesimpulan kami (Komisi E) memang seharusnya ada satu RSUD yang jadi dedikasi khusus Covid-19. Jadi semua pasien yang terkait Covid-19 bisa diarahkan kesana dan bisa terpusat kontrolnya dan penanganannya juga jadi lebih optimal,” ungkap Anggara.
Sementara itu, Direktur Utama RSUD Pasar Minggur Yudi Amiarno mengaku bahwa pihaknya terus berupaya memastikan pasien corona di Jakarta Selatan dapat tertangani dengan baik. Meskipun, sejauh ini pihaknya masih berharap agar Rumah Sakit rujukan pasien corona dapat dilakukan terpusat di Wisma Atlet Kemayoran sebagaimana ditunjuk Pemerintah pusat RI.
“Sebetulnya yang paling kami sampaikan di materi Menkes harusnya Wisma Atlit. Jadi punya rumah sakit khusus, ada 7 tower juga disana, penanganan seperti nomor 1 untuk kasus positif, nomor 1 untuk kasus PDP (Pasien Dalam Pemantauan) dan semua SDM disitu. Termasuk pengadaan barang jasa disitu jadi pantauannya lebih mudah,” terangnya.
Meski demikian, pihaknya sedang mengupayakan agar penanganan skrining awal pasien corona dapat dilakukan dari jarak jauh. Salah satunya, melalui peranan teknologi seperti telemedicine.
“Jadi sedang kita diskusikan agar telemedicine bisa diterapkan secepat mungkin, seperti milik swasta (halodoc). Kalau itu sudah berjalan dan masyarakat bisa akses itu, tidak perlu lagi pasien-pasien ada sedikit gejala corona langsung datang kesini, dan pasien corona tidak melonjak di satu titik,” terangnya.
Sedangkan, Direktur Utama RSUD Koja Jakarta Utara Ida Bagus Nyoman Banjar mengatakan bahwa pihaknya memastikan kesiapan penanganan virus corona terus diutamakan sebagai rumah sakit tipe B di DKI Jakarta.
“Kami memiliki sekitar 850 perawat, 75 dokter dengan empat diantaranya dokter spesialis paru. Kami juga memiliki laboratorium dan dua ruangan bertekanan negatif jika ada ‘suspect’ Covid-19,” terangnya.
Selain itu, pihaknya juga telah mempersiapkan posko hubungan masyarakat khusus bagi keluarga pasien corona untuk memonitoring secara berkala perihal perkembangan kesehatan pasien korona.
“Jadi keluarga yang bersangkutan bisa memantau berkala soal progres pasien corona. Selain itu juga tidak akan khawatir akan keberadaan pasien selama masa isolasi berlangsung (14 hari),” tandasnya. (DDJP/alw/oki)