Tingkat Kesadaran Rendah, Penerapan CLM Perlu Ditinjau Ulang

July 17, 2020 2:57 pm

Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) yang telah diberlakukan seiring dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ditiadakan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kemudian menggantinya dengan penilaian diri (self assessment).

Jika sebelumnya SIKM bertujuan membatasi aktivitas masyarakat yang hendak keluar-masuk Jakarta selama masa PSBB hingga masa PSBB transisi. CLM bertujuan untuk mengendalikan aktivitas masyarakat sehingga mereka merasa aman selama beraktivitas pada masa perpanjangan PSBB transisi.

Namun, dengan mekanisme pengisian data pribadi warga pada pada Corona Likelihood Metric (CLM) dalam aplikasi Jakarta Kini (Jaki) di ponsel sangat bergantung kepada kejujuran. Sementara tingkat kesadaran warga Jakarta dinilai masih rendah terhadap penyebaran virus. Bahkan ketika merasa terpapar virus.

“Walaupun CLM lebih dipermudah, tetapi orang itu harus jujur banget, dan harus mengisi data secara benar di Jaki. Menurut saya ini justru akan meningkatkan bertambahnya lagi penderita virus Covid-19. Apalagi Gubernur (Anies Baswedan) baru kemarin perpanjang lagi PSBB Transisi Fase I, jadi saya usulkan (CLM) untuk ditinjau kembali,” ujar Taufik Zoelkifli, Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Jumat (17/7).

CLM adalah sistem aplikasi yang meminta masyarakat mengisi formulir semacam self-assessment terhadap indikasi awal apakah mereka terpapar COVID-19 atau tidak. Karena itu masyarakat diimbau mengisi formulir CLM berupa biodata dan kondisi kesehatan secara jujur sehingga dapat diketahui kondisi kesehatannya apakah aman untuk melakukan perjalanan ke luar rumah atau tidak.

CLM merupakan kalkulator pertama di Indonesia untuk melakukan skrining mandiri yang menggunakan model machine learning dalam mengukur kemungkinan Anda positif Covid-19. Secara teknis, CLM merupakan ML-based clinical decision support system (CDSS) Sebelum bepergian, Anda wajib mengikuti tes CLM terlebih dahulu dan memiliki hasil yang menyatakan Anda aman bepergian.

Anda bisa mengikuti tes CLM melalui aplikasi yang bisa diunduh di iOS dan Android, JAKI atau situs web rapidtest-corona.jakarta.go.id. Dengan teknologi CLM, Anda dapat menemukan jawaban dari pertanyaan seperti “Apakah saya mungkin positif corona?”, “Apakah saya perlu tes?”, dan “Apa yang sebaiknya sekarang dapat saya lakukan?”.

Proses pembentukan mesin CLM ini dimulai dengan data preprocessing, yaitu dengan membersihkan data yang ada sehingga siap dipelajari oleh model machine learning. CLM kemudian membangun beberapa versi model machine learning dengan 80 persen dari data yang ada. Performa model-model tersebut diuji dengan menggunakan beberapa kriteria, yaitu akurasi, presisi, dan sensitivitas dengan menggunakan 20 persen data pengujian (testing data).

Model dengan performa terbaik selanjutnya dievaluasi untuk mesin CLM ini, yang kemudian dapat digunakan masyarakat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai persentase kemungkinan positif Covid-19. Dalam situs web rapidtest-corona.jakarta.go.id tertulis, mesin ini terus dipantau dan di-update dengan menggunakan data terbaru yang didapat.

Mengingat diperlukan kejujuran tiap-tiap warga, Taufik mengusulkan, agar Pemprov DKI Jakarta mengkaji lagi impelentasi CLM untuk membatasi aktivitas di masa PSBB transisi. Dishub ataupun Dinas PM-PTSP sebagai leading sektor seharusnya dapat mendalami kajian berupa riset tingkat kedisiplinan masyarakat ditengah upaya Pemprov DKI melawan pandemi Covid-19.

“Harus dilihat dulu tingkat kepatuhan orang Jakarta untuk mengisi (Self Assesment CLM) itu berapa, jadi jangan sembarangan. Karena, kalau untuk kalangan menengah keatas yang berpendidikan itu biasanya jujur, tapi kalau misalnya yang cuek atau gimana kita kan belum tahu,” tutupnya. (DDJP/alw/oki)