Anggota Komisi D (bidang pembangunan) DPRD DKI Jakarta Thopaz Nuhgraha Syamsul bangga pernah menjadi salah satu pionir breakdancer atau b-boy di Indonesia.
Bakat yang dimilikinya patut diacungi jempol, sederet perlombaan mulai dari tingkat nasional hingga internasional pernah dibuktikannya dengan prestasi.
Awal mula Thopaz menggeluti dunia breakdance itu bermula saat duduk di bangku SMP yang menggemari sebuah grup hip hop asal New York, Amerika Serikat yaitu Run DMC.
Tentunya hal itu menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi Thopaz dapat mengharumkan nama Indonesia di tingkat Internasional dengan hobinya sebagai breakdancer.
Seiring berjalannya waktu, dunia Breakdance mulai ditinggalkannya saat memasuki dunia perkuliahan. Meski hobinya sudah lama ditinggalkan, ia berharap dunia breakdance di Indonesia terus berkembang dan semakin eksis di tingkat nasional maupun Internasional.
Pria kelahiran 22 Agustus 1987 itu dahulu pernah kuliah di Universitas Paramadina mengambil jurusan Ekonomi. Dari sanalah Ia belajar berorganisasi dan sempat menjabat sebagai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).
Berbekal pengalamannya di organisasi saat kuliah, Thopaz juga penah menjadi Bendahara Umum Persatuan Relawan Indonesia, Badan Kehormatan Brigade Online Indonesia, dan Badan Penasehat Persatuan Rukun Warga Rukun Tetangga DKI Jakarta.
Selain berorganiasi, rupanya bapak satu anak ini juga gemar bewiraswasta. Thopaz mengaku pernah berjualan nasi uduk, dan berjualan bakso saat menjadi mahasiswa.
“Ternyata saya suka berorganisasi dan bisnis saat kuliah. Jadi bisnis dan organisasi saya jalani disela sela waktu saya saat kuliah,” ujar Thopaz di kanal Youtube DPRD Provinsi DKI Jakarta, program Kawan APBD, 4 Januari 2023.
Selepas kuliah, Thopaz mulai beranikan diri untuk berjualan nasi uduk. Ia mengaku mendapatkan resep itu dari ibunda tercinta. Akhirnya, memutuskan membuka warung nasi uduk lesehan di depan ruko yang disewanya setelah pukul 17.00 hingga malam tiba.
Dalam perjuangannya berjualan nasi uduk, terbilang cukup menyedihkan. Usahanya bangkrut setelah Ia memberanikan diri menyewa salah satu ruko di Jakarta Timur. “Usaha bangkrut, saya nggak bisa membalikan modal yang saya pinjam dari ibu saya. Akhirnya,” terang dia.
Namun, jiwanya bisnisnya yang sudah ditempa dari semasa kuliah tak membenamkan semangatnya. Ia memulai peruntungan baru dengan menjual bensin eceran. “Wah ilmunya banyak tuh selama jualan bensin eceran, Alhamdulillah saya dulu punya delapan warung yang saya suplai,” beber dia.
Perjalanan bisnisnya patut diaperesiasi, seiring berjalannya waktu Thopaz akhirnya memutuskan untuk menikah dengan tambatan hatinya bernama Nasya Rizky Febriani. Dan kini sudah dikaruniai anak bernama Parvaiz Anugrah Syamsul.
Berjalannya waktu, Thopaz akhirnya ingin menjajaki karirnya di dunia politik. Lokasi kantor DPC Gerindra Jaktim yang dekat dengan rumahnya, menjadi awal Thopaz mengenal dunia politik. Penasaran, lalu bergabung.
Keputusannya masuk dunia politik sempat diprotes sang istri. Kesan politik kotor menjadi penyebabnya. Terlebih, latar belakang Thopaz adalah seorang pengusaha. Akan tetapi, tekad yang sudah bulat membuat sang istri ikut menyetujuinya. “Kalau saya tidak bisa meyakinkan keluarga, bagaimana saya bisa meyakinkan masyarakat,” tegas Thopaz.
Perjuangan membuahkan hasil, Thopaz meraih 9.000 suara di daerah pemilihan (Dapil) Jakarta 5. Ia berhasil duduk di kursi DPRD DKI. Dapilnya meliputi Kecamatan Jatinegara, Kramat Jati, dan Duren Sawit Jakarta Timur (Jaktim). la lahir dan menamatkan sekolahnya di Duren Sawit.
Saat Pilkada Jakarta 2012, lulusan Universitas Paramadina ini menjadi salah satu relawan bagi pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama. Saat itu, pasangan calon gubernur-calon wakil gubernur tersebut diusung PDI Perjuangan dan Fraksi Partai Gerindra. Ia pun menjabat sebagai bendahara umum salah satu kelompok relawan.
Karakter dan penampilan yang dikenal nyentrik dan menarik saat rapat di gedung DPRD DKI, Thopaz tak pernah sungkan dan tak malu bertanya dan mendengarkan aspirasi masyarakat Jakarta.
Thopaz berpesan kepada kaum muda khususnya agar selalu menghormati para pendahulu dan sesepuh bangsa yang telah memperjuangkan bangsa Indonesia.
“Kita tidak boleh kehilangan warna kita sebagai anak muda. Tetapi bukan berarti kita surut menghormati para sepuh. Dari merekalah kaum muda menimba pengalaman ril, kekayaan masa lalu, dan menemukan jatidiri,” pungkas Thopaz. (DDJP/alp)