Tekan Kebocoran Pajak Parkir, Jupiter: Digitalisasi Itu Wajib

July 17, 2025 10:01 am

Ketua Panitia Khusus (Pansus) Perparkiran DPRD DKI Jakarta Jupiter meminta Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) mengevaluasi seluruh operator terkait pelaporan pajak parkir off street atau parkir gedung.

Ia menduga, terdapat kebocoran pendapatan dari pajak parkir. Selama ini, para operator menghitung secara mandiri (self assessment) sebelum menyetorkan pajak sebesar 10 persen ke Pemprov DKI Jakarta.

“Sistem pembayaran dan pelaporan pajak menggunakan self assessment, menurut kami strategi ini tidak akan mampu menaikan PAD (Pendapatan Asli Daerah-Red),” ujar Jupiter, Rabu (16/7).

Ke depan, harap dia, Bapenda mewajibkan seluruh operator beralih ke pembayaran dan pelaporan menggunakan aplikasi yang selalu memperbaharui data secara real time.

Ketua Pansus Ranperda Perparkiran DPRD DKI Jakarta Jupiter. (dok.DDJP)

“Kami ingin merubah strategi. Bukan dengan cara self assessment, tetapi dengan cara digitalisasi,” tandas Jupiter.

Dengan sistem real time, data jumlah kendaraan yang masuk gedung dan durasi waktu parkir terus diperbarui. Dengan begitu, menekan kebocoran penerimaan pajak parkir.

“Sehingga kebocoran yang dilaporkan bisa teratasi,” tegas Jupiter.

Ia mengimbau agar Bapenda menggandeng Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dalam pengawasan pengelolaan parkir.

Kolaborasi kedua intansi itu untuk memberikan sanksi pembekuan izin, bila terdapat operator yang menolak menggunakan sistem digitalisasi.

Jika objek pajak tidak mau menggunakan digitalisasi, Pansus akan merekomendasikan agar pihak PTSP tidak menerbitkan izin kepada operator.

“Digitalisasi itu wajib,” kata Jupiter.

Di kesempatan yang sama, Kepala Bidang Pendapatan II Bapenda DKI Jakarta Jimmi Rianto Pardede menjelaskan, pengawasan dan pelaporan pajak parkir dilakukan oleh Unit Pelayanan Pemungutan Pajak Daerah (UP3D).

UP3D bertugas mengecek kewajiban pembayaran pajak oleh seluruh operator. “Setiap tanggal 10 setoran bulanannya dari wajib pajak. Apabila tidak ada pembayaran maka UP3D melakukan imbauan,” kata Jimmi.

Kemudian di tanggl 15, UP3D mengecek pelaporan oleh wajib pajak. Jika melewati jadwal yang ditentukan, berlaku pengenaan sanksi.

Karena itu, seluruh operator diharapkan tertib dalam membayar pajak. “Kalau terlambat membayar tanggal 10 dikenakan sanksi 1 persen dari pajak terhutangnya. Ada juga sanksi dari pelaporan itu 100 ribu permasa pajak,” ungkap Jimmi.

Ia juga setuju memberlakukan sistem digital untuk penerimaan pajak parkir. “Pengawasan memang harus digitalisasi, real time. Karena kalau tidak menggunakan itu susah juga, tidak ada data konkret,” tukas Jimmi. (gie/df)