Perusahaan riset McKinsey and Company belum lama ini merilis hasil riset tentang ribuan pekerjaan yang akan hilang akibat otomasi pada 2030.
Akan tetapi, tak perlu terlalu cemas. Sebab, otomasi tidak serta merta membunuh pekerjaan yang ada.
Otomasi merupakan penerapan teknologi, mesin, atau sistem komputer untuk melakukan tugas atau proses secara otomatis, mengurangi atau menghilangkan campur tangan manusia.
Tujuannya, meningkatkan efisiensi, akurasi, dan kecepatan dalam berbagai bidang. Seperti manufaktur, layanan, dan pemrosesan data.
“Otomasi hanya mengganti atau menggeser pekerjaan menjadi lebih canggih,” Anggota DPRD DKI Jakarta Pantas Nainggolan, beberapa waktu lalu.
Pantas mencontohkan, satu di antara otomasi yakni pekerjaan dijalankan oleh robot. Namun, manusia pekerja tetap bisa menngoerasikan robot.
Kondisi demikian, sambung Pantas, justru otomasi menjadi peluang atau kabar baik bagi yang berniat memulai karier.
“Apalagi jika mereka memang berniat untuk mengasah kenamampuan dengan baik,” imbuh dia.
Panta mengakui, teknologi memang sudah menyentuh seluruh sektor. Termasuk perusahaan.
Karena itu, para pencari kerja maupun fresh graduate harus meyesuaikan kebutuhan tenaga kerja yang dicari perusahaan-perusahaan.
Di sisi lain, Anggota DPRD DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi mengemukakan, dalam proses operasional perusahaan, kalangan muda sering keteteran karena tak bisa mengikuti SOP.
“Padahal, sisi itu penting. Leadership itu isu utama yang juga dikeluhkan. Perusahaan kesulitan membakukan tata cara itu,” tutur dia.
Kedua legislator itu sepakat bila para pekerja harus mampu beradaptasi dan belajar dengan cepat.
Artinya, penguasaan teknologi harus dikombinasi dengan metode belajar.
Walau pun sudah bekerja, tak harus berhenti belajar. Teknologi memiliki akses informasi yang luas.
“Namun belum dimanfaatkan dengan baik,” tandas Suhaimi.
Terlebih lagi, kerja sama tim sangat dibutuhkan dalam sebuah perusahaan. (stw/df)