Ketua DPRD DKI Jakarta Khoirudin mendukung pemerintah mengurangi emisi karbon untuk meningkatkan kualitas udara. Termasuk transportasi berkelanjutan di perkotaan.
Di antaranya dengan percepatan transisi bus konvensional milik PT. Transportasi Jakarta menjadi bus bertenaga listrik. Targetnya, terealisasi 50 persen di tahun 2027.
Hal itu diungkapkan Khoirudin usai menghadiri workshop (lokakarya) bertema Mempercepat Transisi ke Bus Listrik yang membahas terkait akses pembiayaan dan pengembangan proposal bersama World Bank (Bank Dunia).
“Dengan mengganti (bus) listrik akan mengurangi karbon tentunya. Pada hari ini didalami tawaran-tawaran dari World Bank,” ujar Khoirudin, Rabu (6/8).
Ia mengatakan, berbagai macam pilihan alternatif terkait pembiayaan menjadi diskusi pada lokakarya. Selanjutnya dikaji oleh Badan Udaha Milik Negara (BUMD) Pemprov DKI dalam hal ini PT. Transportasi Jakarta.
“Banyak lembaga keuangan yang bisa kita ajak diskusi. Ini maasih dalam taraf penjajakan, pembelajaran, menimbang-nimbang. Namun ini semua kewenangannya ada di eksekutif dan Gubernur,” kata Khoirudin.
Menurut dia, sangat penting percepatan transisi bus konvensional menjadi bus listrik. Harapannya, tingkat polusi di Jakarta menurun. Hingga kini, dari 4.703 bus TransJakarta konvensional, baru sekitar 8,1 persen atau 380 bus yang bertenaga listrik.
“Harapan saya Jakarta makin layak ditempati, dan dihuni karena ingin jadi kota global, tentu salah satu indikatornya adalah lingkungan. Ini tercermin dari bus listrik yang sangat signifikan pengaruhnya,” kata Khoirudin.
“Saya berharap segera diputuskan oleh gubernur model pembiayaan yang mana yang akan diambil, dan segera eksekusi. Karena butuh waktu untuk bisa menyediakan ribuan bus,” tambah Khoirudin.
Hanya saja, sambung dia, penandatanganan nota kesepakatan (MoU) harus mencantumkan perjanjian terkait pengolahan limbah baterai. “Satu hal yang saya kritisi, jangan sampai MoU-nya tidak menyertakan baterainya. Karena residu baterai akan menjadi masalah lingkungan tersendiri,” tutur Khoirudin.
Limbah baterai, kata dia, lebih berbahaya dari gas karbon yang dibuang ke udara. “Ini harus menjadi tanggung jawab pabrikan untuk mengembalikan baterai sisa pakai ini untuk diolah kembali. Saya optimis bisa diselesaikan karena kita ingin menjadikan Jakarta bukan hanya bagus udaranya tapi juga kesehatan warganya,” tukas Khoirudin. (gie/df)