Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta membuktikan komitmennya untuk terus mengawal penagihan kewajiban pembangunan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) oleh pengembang.
Hari ini, Senin (29/7) jajaran Komisi A DPRD DKI Jakarta mendatangi langsung PT Duta Pertiwi yang berlokasi di pusat perbelanjaan Cempaka Mas Jakarta Pusat.
Rombongan dipimpin langsung Koordinator Komisi A DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik, lalu Sekretaris Komisi A Syarif dan Anggota Komisi A Johnni Adventus Hutapea. Mereka didampingi oleh jajaran Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Pusat, Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) dan Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan (CKTRP) serta Biro Penataan Kota dan Lingkungan Hidup (PKLH).
“Jadi ini sebagai tindaklanjut rapat koordinasi yang dilaksanakan minggu lalu terkait dengan usaha para walikota untuk menagih kewajiban fasos fasum dari pengembang. Hari ini kita kunjungi Duta Pertiwi, dan seharusnya banyak pengembang yang kita kunjungi,” ujar Syarif di lokasi.
Ia menjelaskan, salah satu alasan DPRD melakukan proses peninjauan ke lokasi tersebut lantaran Duta Pertiwi belum memenuhi kewajiban penyerahan fasos fasum sejak tahun 1994 dan seharusnya sudah diserahkan kepada Pemprov DKI sejak tahun 1997.
Sejumlah fasos dan fasum yang dimaksud yakni, lahan seluas 48.000 m2 atau 4,8 hektare yang diperuntukkan sebagai kawasan pusat perbelanjaan oleh pengembang. Hanya saja, Duta Pertiwi mengklaim status lahan tersebut perlu ditindaklanjuti setelah keluarnya dokumen Surat Izin Penunjukkan Penggunaan Tanah (SIPPT) 850/-1.711.5 tentang Penyempurnaan Surat Izin Penunjukkan Penggunaan Tanah (SIPPT).
Kemudian, dokumen penyempurna SIPPT yang menyebut penggunaan lahan fasos fasum seluas +/- 114.201 m2 di Jalan Letjend Suprapto yang diperuntukkan membangun perdagangan, perkantoran hotel dan hunian oleh PT Duta Pertiwi.
Karena itu, temuan fasos fasum PT Duta Pertiwi tersebut disinyalir belum diserahkan sepenuhnya kepada Pemprov DKI. Padahal, lahan tersebut memiliki potensi pendapatan sebesar Rp60,65 miliar dan terus menjadi catatan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemprov DKI Tahun 2016-2018.
“Kita akan menagih terus saran kita kepada gubernur agar Walikota mendapat kewenangan tambahan untuk memberikan sanksi berupa eksekusi ataupun Surat Peringatan,” terang Syarif.
Hal senada juga diungkapkan Koordinator Komisi A DPRD DKI Mohamad Taufik. Ia menjelaskan bahwa persoalan kewajiban penyerahan fasos fasum kepada Pemprov DKI harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian. Sebab, aset kepemilikan PT Duta Pertiwi sangat beragam dan tersebar di wilayah strategis di Provinsi DKI Jakarta.
“Jadi temuan ini kita lihat dari catatan BPK ada Rp60,65 miliar untuk PT. Duta Pertiwi ini, tidak bisa saja diabaikan karena harus kita teliti. Lahan mereka ini tidak hanya disini saja, seperti di Roxy dan Mangga Dua itu punya catatan tersendiri dan itulah temuan-temuan dari BPK yang wajib ditelusuri,” terang Taufik.
Dengan demikian, Taufik mendorong kepada manajemen pengelola PT Duta Pertiwi memberikan data-data relevan perihal dokumen dan lampiran untuk diserahkan kepada DPRD dalam Rapat Komisi A. Rencananya, rapat tersebut akan digelar pada Senin (5/8) pekan depan.
“Kita minta tolong dilengkapi surat-surat atau dokumen yang belum tersedia kepada kami supaya bisa kita teliti bersama pada rapat selanjutnya di Komisi A (DPRD),” ungkapnya.
Disisi lain, Manajer Pengelola PT Duta Permata Kristin Tanjung mengatakan pihaknya bersikukuh telah memiliki bukti untuk memastikan pengelolaan fasos fasum di wilayahnya untuk diserahkan kepada Pemprov DKI berdasarkan SIPPT 1736/-1.711.5 tanggal 1 Juni 1994 dengan izin penunjukkan penggnaan tanah seluas 95.532 m2.
Rinciannya, fasilitas umum dalam apartemen berupa sekolah taman kanak-kanak (4 unit) seluas 800 m2, pos kesehatan (1 unit) seluas 100m2, musala (4 unit) seluas 400 m2, gedung serba guna (1 unit) seluas 200 m2, sarana bermain (12 unit) seluas 1.200 m2, sarana olahraga (1 unit) seluas 500 m2, serta pos pemadam kebakaran (1 unit) seluas 200 m2.
“Bahkan Pemprov DKI saat itu telah perbarui dokumen ini SIPPT Nomor 113/-1.711.5 tertanggal 15 Januari 1997 bahwa kami diizinkan melakukan jalan baru penghubung Jl. Letjend Suprapto dengan Jl. Sunter dengan lebar masing-masing 12m,” terang Kristin.
Sementara itu, Sekretaris Walikota Jakarta Pusat Iqbal Akbaruddin mengatakan, bahwa PT. Duta Pertiwi belum pernah mengakuisisi lahan fasos fasum seluas +/- 114.201 m2 sesuai penunjukkan rekomendasi yang diterbitkan melalui SIPPT 850/-1.711.5 tentang Penyempurnaan Surat Izin Penunjukkan Penggunaan Tanah (SIPPT) pada 24 Maret 2004.
“Jadi kami akui lahan ini belum diakuisisi PT Duta Pertiwi sepanjang 114.201 m2 itu, dan kalau memang mereka bisa buktikan harusnya sudah diakuisisi mereka dong. Apalagi mereka bilangnya 95.532 m2 untuk pembangunan fasos fasum, nah yang lahan sisanya 48.000 m2 sekian untuk rencana jalan dan lain-lain, serahkan lagi ke Pemprov DKI sepanjang itu kalau sudah miliknya PT Duta Pertiwi,” terang Iqbal.
Dengan demikian, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan SKPD terkait untuk pembuktian zonasi yang lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kepada DPRD. Termasuk, penyerahan fasos fasum berupa jalan umum yang menghubungkan Jalan Letjen Suprapto dengan Jalan Sunter Kemayoran.
“Jadi semuanya masih dalam tahap pembahasan dan on process. Kita akan tunggu balasan di rapat berikutnya bersama DPRD,” tandasnya. (DDJP/alw/oki)