Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Demokrat Mujiyono mengungkapkan, Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak termasuk dalam kategori penerima subsidi LPG 3 kilogram.
Menurut dia, larangan ASN menggunakan LPG 3 kilogram harus merujuk pada sejarah kebijakan yang diatur dalam Pasal 1 butir 5 Perpres Nomor 104 Tahun 2007, yang menetapkan LPG 3 kilogram hanya untuk rumah tangga dan usaha mikro.
“Di mana rumahtangga yang dimaksud adalah konsumen yang mempunyai legalitas penduduk, menggunakan minyak tanah untuk memasak dalam lingkup rumah tangga dan tidak mempunyai kompor gas,” ujar Mujiyono, beberapa waktu lalu.
Menurut dia, dengan pengeluaran kelas Sosial C1 ke bawah atau pengeluaran di bawah Rp1,5 juta per bulan.
“Jadi memang sasaran awal pengguna LPG 3 kilogram adalah kelompok masyarakat yang kurang mampu,” kata Mujiyono.
Sedangkan ASN Pemprov DKI Jakarta tentunya tidak masuk ke dalam kelompok sasaran pengguna subsidi LPG 3 kilogram.
“ASN Pemprov DKI Jakarta bukan termasuk sasaran pengguna subsidi LPG,” jelas Mujiyono.
Mujiyono menuturkan, kebijakan konversi minyak tanah ke LPG oleh Pemerintahan SBY-JK bertujuan mengatasi subsidi minyak tanah yang justru lebih banyak dinikmati kelompok menengah.
“Jadi upaya menjadikan subsidi gas 3 kilogram tepat sasaran harus menjadi prioritas karena terbukti subsidi LPG yang diberikan pemerintah sebesar Rp87 triliun per tahun tidak berhasil menstabilkan harga LPG 3 kg di tingkat konsumen, harga yang Seharusnya hanya Rp18-19 ribu ternyata di pasaran mencapai Rp25-30 ribu per tabung,” tutur dia.
Mujiyono menambahkan, banyak Pemda telah melarang ASN memakai LPG 3 kilogram bersubsidi. Kebijakan tersebut bisa diikuti BUMN serta BUMD.
Ia juga menegaskan akan selalu mengawal kebijakan yang menyentuh kepentingan rakyat.
“DPRD akan mengawal setiap kebijakan agar tidak membebani rakyat,” pungkas dia. (red)