Salah satu tantangan Indonesia, khususnya Kota Jakarta yakni mengatasi stunting (tumbuh pendek). Stunting merupakan prediktor rendahnya kualitas sumber daya manusia yang berdampak menimbulkan risiko penurunan kemampuan produktif suatu bangsa.
Masalah sebenarnya bukan pada tubuh yang pendek. Akan tetapi, jika seseorang terkena stunting, proses lain di dalam tubuhnya akan terhambat.
Termasuk pertumbuhan otak, berdampak pada kecerdasan. Ini mengkhawatirkan. Indonesia merupakan negara nomor lima dengan angka stunting tertinggi di dunia tahun 2018.
Hasil riset kesehatan dasar yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali, jumlah anak Indonesia mengalami stunting sebesar 37,2 persen.
Hal itu setara dengan 9 juta anak balita di seluruh Indonesia. Stunting dapat mengancam masa depan bangsa.
Karena itu, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Ima Mahdiah menegaskan, penanganan stunting harus maksimal. Bila tidak, berdampak pada masa depan sumber daya manusia (SDM).
“Jika mengalami stunting maka perkembangan otak tidaklah maksimal. Sehingga tidak dapat menjadi SDM unggul,” ujar Ima, beberapa waktu lalu.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Ima Mahdiah. (dok.DDJP)
Dari sisi ekonomi, lanjut dia, stunting juga menyebabkan pembiayaan semakin tinggi. Khususnya pembiayaan di bisa kesehatan.
Hasil penelitian, anak-anak stunting akan menjadi penderita penyakit tidak menular. Seperti diabetes, hipertensi, dan stroke.
Stunting merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan asupan gizi kurang dalam waktu cukup lama.
Hal itu terjadi akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. (stw/df)