Standarisasi Utilitas Perlu Diprioritaskan Dalam Raperda Ruang Bawah Tanah

August 1, 2019 6:05 pm

Komisi D DPRD Provinsi DKI Jakarta berharap Dinas Bina Marga terus memperhatikan aspek utilitas dalam penyusunan studi kelayakan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) pemanfaatan Ruang Bawah Tanah (RBT) yang berlaku di Provinsi DKI Jakarta.

Wakil Ketua Komisi D DPRD DKI Nasrullah mengatakan, bahwa persoalan tersebut perlu mendapat perhatian serius bersama SKPD terkait lantaran tak sedikit pengembang proyek yang belum mematuhi ketentuan zonasi serta instalasi jaringan pipa air, kelistrikan, Limbah B3 hingga kabel penghubung lain.

“Utilitas ini adalah hal yang penting dan harus diatur, jangan sampai dengan adanya jalan-jalan ini utilitas yang ada kegiatan yang lain terbengkalai ataupun tersuliti dengan adanya utilitas ini,” ujarnya, Kamis (1/8).

Dengan demikian, Nasrullah mengusulkan SKPD mitra kerja yang bersinggungan dengan pemanfaatan RBT untuk melakukan sejumlah kajian analisa studi yang lebih cermat dan terukur. SKPD mitra kerja bisa mengadopsi sejumlah aturan yang termaktub dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 02/PRT/M2014 tentang Pedoman Pemanfaatan Ruang Dalam Bumi (RDB) sebagai acuan dasar penyusunan draf naskah akademik pemanfaatan Ruang Bawah Tanah.

“Coba kita lihat pada pedoman itu, dimana saja sektor yang akan kita aplikasikan. Pasal sekian berkaitan dengan ini kasusnya apa, nanti terkait bidang masing-masing yang paling tahu di SKPD tinggal dipilah-pilah, sehingga jelas ada kemajuan dari perda yang tengah kita buat,” terang Nasrullah.

Sementara itu, Kepala Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta Hari Nugroho menyatakan pihaknya hingga saat ini terus melakukan pengerjaan utilitas dengan berpedoman terhadap Peraturan Gubernur Nomor 195 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penempatan Jaringan Utilitas. Dimana, aturan tersebut memberikan batas pelaksanaan instalasi jaringan utilisan dengan kedalaman minimal 1,5 meter untuk jenis jaringan listrik dan fiber optik.

“Di dalam aturan Pergub (Nomor 195 Tahun 2010) itu untuk utilitas boleh dilakukan minimal 1,5 meter galian untuk jaringan listrik PLN maupun fiber optik. Tapi tidak menutup kemungkinan, bisa saja ada tunnel-tunnel besar baik itu jaringan pipa gas Pengolahan Air Limbah (PAL) kemudian PAM dan lain sebagainya bisa menyatu,” terang Hari.

Meski demikian, Hari menilai permasalahan utilitas belum sepenuhnya berjalan baik di lapangan. Mengingat, sejumlah permasalahan yang terjadi dalam utilitas yang sudah terjadi bertahun-tahun di DKI Jakarta bukanlah persoalan yang mudah.

“Karena DKI sendiri dari dulunya jaringan-jaringan (utilitas) ini sudah ruwet. Kalau kita buka dan kupas jaringan ini di pedestrian sekitar 50 cm saja, ini sudah semrawut dan berseliweran. Makanya sudah kita coba relokasi 1,1 jadi 1,5 meter seperti di beberapa revitalisasi trotoar yang sedang kita jalankan seperti Kemang dan Cikini,” ungkapnya.

Dengan demikian, Hari berjanji pihak Dinas Bina Marga akan proaktif menghadirkan analisa kajian utilitas dalam pemanfaatan RBT yang lebih cermat kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta dalam jangka panjang.

“Karena memang kami tujukan untuk memudahkan BAPPEDA membangun rencana induk utilitas untuk jangka waktu 5 hingga 10 tahun mendatang seperti apa Fiber optic, kabel listriknya seperti apa, dan hal-hal teknis lainnya di pemanfaatan bawah tanah ini,” tandasnya. (DDJP/alw/oki)