Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta mendorong PT Jakarta Propertindo (Jakpro), Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta Dinas Kebudayaan memperhatikan dampak sosial dan lingkungan pasca revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM).
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Manuara Siahaan mengatakan, dampak seperti hilangnya perkumpulan para seniman yang pernah menolak kegiatan revitalisasi bisa saja terjadi.
“Jadi memang harus ada hal yang diantisipasi revitalisasi (TIM) ketika pasca konstruksi, jangan nanti dilakukan revitalisasi bangunan-bangunan nya sudah bagus tetapi organisasi para seniman tidak ada,” ujarnya usai menghadiri rapat kerja Komisi di gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (25/2).
Karena itu, Manuara menyatakan bahwa jajaran Komisi B DPRD DKI akan terus meningkatkan pengawasan terhadap pengelolaan revitalisasi TIM. Sehingga, para pegiat seni ataupun masyrakat akan merasakan dampak positif dari manfaat revitalisasi TIM.
“Kami tidak ingin Revitalisasi TIM ini menjadi mubazir atau sia-sia, sehingga fungsi etalase budaya barometer budaya dan laboratorium budaya tidak tercapai, padahal ada 3 fungsi itu. Goals (tujuan) kita adalah sesuai dengan apa yang dicanangkan gubernur terdahulu (Ali Sadikin),” terang Manuara.
Sedangkan, Anggota Komisi B DPRD DKI Eneng Malianasari menyatakan, kunci keberhasilan pembangunan Revitalisasi TIM bergantung dengan faktor komunikasi yang dibangun Ssatuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait dengan para seniman. Mereka perlu menegaskan status dualisme kepengurusan organisasi kesenian yang berada di TIM seperti Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dan Akademi Jakarta (AJ).
“Kami ingin Gubernur segera mengesahkan DKJ dan AJ, jadi tidak ada ada suara-suara yang kemudian menjadi disebutkan perwakilan seniman. Kami tidak ingin ada suara “seniman ini mewakili siapa?”, sehingga komunikasi yang dibangun menjadi lebih terarah dan visi misi yang ingin dibangun Gubernur merevitalisasi Taman Ismail Marzuki menjadi lancar,” ungkapnya.
Di lokasi yang sama, Direktur Utama PT Jakpro Dwi Wahyu Daryoto memastikan bahwa rencana revitalisasi TIM akan konsisten mengedepankan pembangunan tiga aspek, yakni menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH) dari 11 persen (7.800 m2) menjadi 27 persen (18.810 m2), memperbaharui fasilitas fisik yang sudah tidak layak, hingga mengembalikan fasilitas fisik yang sudah lama hilang.
“Jadi yang akan kita revitalisasi ini tidak akan mengubah keaslian dari bangunan-bangunan yang sudah ada,” terangnya.
Selain itu, Dwi mengaku bahwa pihaknya baru-baru ini telah mengusulkan pembentukan organisasi pengelolaan tim paska revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM). Pembentukan tim tersebut diproyeksikan akan menjadi unit pengelolaan operasional dan perawatan sebagai penyempurna dari Satuan Pelaksana Prasarana dan Sarana yang difungsikan Jakpro berdasarkan amanat Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 327 Tahun 2016 tentang Tata Kerja Unit Pengelola Pusat Kesenian Taman Ismail Marzuki.
“Jadi usulan kami itu nantinya bisa ada perusahaan yang berbentuk anak perusahaan ataupun Badan Layanan Umum (BLU). Ini sebetulnya masih usulan, dan belum tahu bentuk finalnya seperti apa, namun yang ingin kita tegaskan bahwa ada kolaborasi untuk mengoperasikan dan memelihara infrastrukturnya dengan para seniman dan budayawan yang ada,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana mengatakan bahwa pihaknya terus berupaya optimal dalam menyatukan visi misi Revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) sebagai ruang berekspresi seniman. Iwan mengatakan, pihaknya sejauh ini terus berkoordinasi dengan stakeholder dari TIM seperti Akademi Jakarta (AJ), Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Institut Kesenian Jakarta (IKJ) hingga perwakilan seniman.
“Tentu saja kami akan mengakomodir aspirasi-aspirasi yang datang dari mereka (seniman).Namun pada prinsipnya kami bisa melihat respon para pelaku seni, sebagian besar ada yang menerima revitalisasi (TIM) itu, tapi tetap berkeinginan mempertahankan visi misi TIM sebagai ruang berekspresi seniman dan budayawan,” tandas Iwan. (DDJP/alw/oki)