Kenaikan harga sejumlah komoditas kebutuhan pokok diharapkan tidak membuat masyarakat menjadi panik. Terlebih pada momentum jelang Ramadan. Hal itu diungkapkan Anggota Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta Hasan Basri Umar.
Usai rapat bersama Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta dan sejumlah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) bidang pangan, Hasan Basri berharap, ketersediaan pangan bisa mencukupi hingga dua bulan ke depan.
“Harapan saya, masyarakat tidak panik dengan keadaan sekarang karena data beli masyarakat itu rendah. Kita juga berharap ketersediaan pangan di DKI sampai dua bulan ke depan masih cukup,” ujar Hasan Basri di gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (6/3).
Anggota Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta Hasan Basri Umar. (dok.DDJP)
Apalagi, sambung dia, Pemprov DKI sedang berupaya menyediakan stok beras dari berbagai daerah. Termasuk memastikan ketersediaan beras aman hingga Hari Raya Idulfitri.
“Mereka (Pemprov) mengatakan stok panen di Jawa Timur dan Jawa Tengah termasuk di Krawang itu ada. Tapi memang belum dibawa ke Jakarta. Mungkin di pertengahan bulan puasa,” kata Hasan.
Meski demikian, ia tetap mendorong Pemprov DKI membuat trobosan baru untuk menekan harga bahan pokok hingga kembali normal. “Ini yang kita inginkan, harga beras kembali normal seperti dahulu,” tutur dia.
Hal senada juga diungkap Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta Suharini Eliawati.
Ia meminta warga Jakarta tidak panik menghadapi situasi pasar saat ini karena Pemprov DKI Jakarta dan Pemerintah Pusat sedang berupaya agar ketersediaan atau stok pangan tetap tercukupi.
“Jangan pernah bagi masyarakat Jakarta melakukan aksi panik buyying. Karena begitu melakukan aksi borong atau panik buyying, justru itu yang membentuk harga menjadi tinggi,” ungkap dia.
Sementara itu, Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya Pamrihadi Wiraryo mengungkapkan, beberapa hal menyebabkan kenaikan harga komiditas beras di Jakarta. Di antaranya, keterbatasan produksi petani akibat anomali cuaca yang mengakibatkan berkurangnya hasil panen.
Selain itu, jumlah penggilingan beras di daerah pemasok beras bertambah. Namun jumlah lahan pertanian tidak bertambah. Para penggiling berebut gabah dan akhirnya memicu kenaikan harga jual beras.
“Siklus panen padi juga sudah masuk masa paceklik dan terjadi pergeseran masa tanam yang harusnya September menjadi Desember,” tandas Wiraryo. (DDJP/apn/gie)