Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz menilai, penggunaan gawai (gadget) tak baik jika dijadikan alat utama pembalajaran untuk anak sekolah di jenjang SD, SMP maupun SMA.
Gadget sebagai alat utama bisa berdampak negatif jika tidak digunakan secara bijak. Apalagi saat ini, terdapat teknologi kecerdasan buatan (AI) berupa Chat GPT.
“Ada macam-macam teknologi base on AI. Akhirnya murid-murid ini tidak lagi berpikir. Mereka hanya mengandalkan Chat GPT dan sebagainya,” ujar Abdul Aziz, Kamis (14/8).
Ia khawatir, kualitas generasi muda di masa mendatang semakin menurun. Sebab tak terbiasa berpikir dan hanya mengandalkan atau bergantung pada teknologi. Akibatnya, kehilangan keterampilan berpikir kritis.
Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz. (dok.DDJP)
“Ini bisa membuat kualitas ke depan semakin menurun karena mereka mengandalkan diri pada gadget,” ucap Abdul Aziz.
Kini, ungkap dia, sejumlah negara maju seperti Finlandia sudah menerapkan pembelajaran tanpa gadget. Karena itu, penggunaan gadget untuk kegiatan belajar mengajar harus ditinjau ulang.
“Setelah kami pelajari, negara maju seperti Finlandia sudah kembali kepada kebijakan non-gadget. Kalau Jakarta kiblatnya ke negara maju, tidak ada salahnya kita juga meninjau kembali,” kata Abdul aziz.
Meski demikian, Abdul Aziz tak menutup mata pada perkembangan zaman. Teknologi terus berevolusi. Hanya saja, ia menyarankan penggunaan gadget tetap diperkenankan. Namun tidak menjadi alat utama pembelajaran.
“Dibatasi penggunaannya. Boleh dipakai tapi pada event tertentu. Jangan selalu mengandalkan gadget,” pungkas Abdul Aziz. (gie/df)