Selama ini, puasa dalam arti luas mengurangi asupan kalori. Bahkan kerap dikaitkan dengan tujuan penurunan berat badan. Tetapi, beberapa penelitian medis baru-baru ini mencoba membuktikan bahwa jika Anda membiasakan tubuh berpuasa, maka manfaatnya jauh lebih ‘seksi’ lagi lebih sedikit penyakit yang hinggap dan hidup Anda bertahan lebih lama.
Umur memang kuasa Sang Maha Kekal. Namun, para ilmuwan membuktikan, dengan berpuasa, kualitas hidup seseorang menjadi lebih baik. Dengan kata lain, dapat memperpanjang umur Demikian kata analis data Sebastian Brandhorst di Longvity Institute yang berbasis di Univercity of Southern California, Amerika Seraikat.
Para ilmuwan di institut itu membuat pemodelan yang disebut fast-mimicking diet (FMD), cara makan yang menipu tubuh agar berpikir bahwa dia sedang berpuasa. Dia bawah arahan institut tersebut, pakar diet Valter Longo mengujinya pada ragi, hewan pengerat, dan sekelompok kecil responden. Namun, di antara ketiganya, pengujian atas ragi yang paling cepat menunjukkan bukti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa puasa berkepanjangan pada ragi menghasilkan umur yang lebih lama.
Pada tikus, polanya adalah puasa sebanyak dua kali sebulan selama empat hari. Pada akhir periode puasa, kadar glukosa darah menjadi 40 persen lebih rendah. Inilah yang menjadi dasar lembaga ini menyarankan puasa untuk membantu pengobatan pasien diabetes dan penyakit degeneratif lainnya.
Tak hanya berimbas pada gula darah, penelitian yang dipublikasikan dalam Journal Science Translational Medicine ini juga mencatat bahwa tikus, bahkan setelah kembali ke pola makan reguler, memiliki lebih sedikit tumor, peradangan, dan masalah kesehatan lainnya yang terkait dengan usia.
Dalam sebuah penelitian kecil terhadap 71 orang, FMD tidak hanya mengurangi berat badan dan lemak tubuh, tetapi juga menurunkan produksi hormon IGF-1 yang terlibat dalam proses sel yang mengarah pada penuaan dan penyakit.
Subyek penelitian juga menunjukkan penurunan protein C-reaktif yang selama ini digunakan sebagai penanda peradangan. Penelitian sebelumnya dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan protein ini terlibat dalam berbagai penyakit. Dari penyakit jantung hingga kanker. (DDJP/stw)