Yayan akhirnya ikut nimbrung anggota dewan yang mengadakan kunjungan kerja ke sebuah mal yang terindikasi penyimpangan pembangunan.
Di samping tidak mematuhi ketentuan hukum, dalam hal ini peraturan daerah (Perda) produk para wakil rakyat, konon pula pihak aparat Pemda disinyalir mengusulkan agar pengembang memberikan kompensasi dari 20 persen kewajiban menyediakan lahan buat pedagang ekonomi lemah dalam bentuk uang.
Semula,Yayan memang tidak mau ikut. Tapi, lantaran informasi itu diperoleh dari wakil rakyat darinya, maka atas desakan para wakil dari beberapa fraksi dalam satu komisi yang membidangi perpasaran, akhirnya Yayan pun mengalah.
Walau dalam hatinya menggerundel ngalor ngidul. Sampe-sampe dalam perjalanan dari gedung wakil rakyat menujun lokasin itu,Yayan diam seribu basa. Manyun seperti ikan sepat tidak dapat umpan.
“Bang, kuenya Bang. Disambi. Kenapa sih keliatannya lesu amat,” kata Syaiful yang juga ikut rombongan wakil rakyat itu.
“Nggak tahu deh. Kenapa tiba-tiba perutku mules,” jawab Yayan.
“Mungkin, karena Bang Yayan belum makan. Kalau begitu, makan dulu kuenya. Kebetulan, saya bawa obat maag yang dipopulerkan bintang film. Pasti ces pleng. Maggnya bisa cepet sembuh,” kata Syaiful.
Wartawan yang ikut rombongan anggota dewan tersebut pada tertawa. Tetapi Yayan tenang-tenang saja. Mulutnya tetap manyun seperti ikan sepat tidak dapat santapan.
Sekali-sekali dia melintir-melintir menahan sakit perutnya. Tak lama kemudian, Panjul nyeletuk. “Teman-teman, siapa yang bawa obat sakit maag dari AC Milan?”
Keruan saja rombongan wartawan itu tertawa terpingkal-pingkal. Bikin Yayan makin sepet melihatnya.
Yayan merasa menyesal ikut rombongan dewan. Bahkan kedengaran menggerundel. Sampe-sampe ia tidak mau turun dari mobil. “Sakit apa Yayan?” tanya pimpinan rombongan.
Dia tidak menjawab, malahan mojok, ngumpet di balik jok. Mukanya pucat. Apalagi ketika melihat Mr.Gembur, sebutan manajer mall yang berbadan subur itu melongok ke dalam mobil sambil melotot.
“Modar gue,” kata Yayan dalam hati saat Mr Gembur mengulurkan tangan padanya.
Yayan berusaha mengulum senyum, tetapi senyum itu dirasakan sangat pahit. Tidak bisa keluar dari bibirnya.
Mulutnya seperti terkunci. Hanya suara aaak…..uuuk yang keluar, membuat semua orang mengarahkan pandangannya pada Yayan.
Wajahnya makin pucat waktu Ganda, ketua SatpamMall itu juga melihat dia dengan sorot mata tajam.
“Yayan, kenapa kau seperti ketakutan melihat orang-orang mall ?”tanya Syaiful..
Yayan berusaha senyum. Apalagi waktu terjadi dialog antara anggota dwan dengan General Manaer mall.
Dia melihat Mr Gembur sering mengepalkan tinjunya. Nyali Yayan semakin ciut. Usut puya usut, rupanya Yayan baru beberapa bulan lalu dikeluarkan dari mal tersebut gara-gara membocorkan rencana penyerahan kompensasi lahan yang 20 persen itu kepada oknum aparat kotamadya.
“Kenapa sih Bang, kok sedari tadi meringis-meringis ? Sakit perutnya masih terasa ?” tanya wakil rakyat kepada Yayan waktu akan makan siang di sebuah restoran.
“Iya Pak. Pamit dululah ke kamar kecil,”kata Yayan sambi buru-buru ngumpet di balik tembok.
“Kuya lu! Sudah dikasih amplop masih juga lapor dewan.Gua bejeg pale lu mampus lu!” kata Ganda sambil menggelandang tanganYayan kesudut ruangan.
“Maafin deh Bang Ganda. Habisnya situ terima gedean nggak bagi-bagi saya,” kata Yayan sambil meringis lantaran telapak tangannya diremas Kepala Satpam.
“Diremes amplop sih boleh. Tapi kalau diremes tangan kosong, sakitnya naudzubillah minzaligh,” kata Yayan dalam hati.(DDJP/stw)