Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta menerima kunjungan kerja (Kunker) tiga DPRD daerah. Masing-masing DPRD Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah, Kabupaten Karangasem Bali dan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan.
Dalam kunjungan tersebut, DPRD Purbalingga ingin menyelaraskan mekanisme pembahasan program pembentukan peraturan daerah (Propemperda) untuk tahun 2020. Sejauh ini Propemperda 2020 di Purbalingga telah disetujui lewat rapat paripurna.
“Jadi di Purbalingga ada 28 raperda (eksekutif), dan Insyaallah sebentar lagi ada empat (raperda inisiatif DPRD) yang dibahas mulai awal tahun 2020. Selain itu ada juga dua raperda yang akan diluncurkan, yaitu tentang investasi penyertaan modal dari pemerintah daerah dengan BUMD yang ada di Purbalingga,” ujar Cahyo Susilo, Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda0 DPRD Purbalingga di gedung DPRD DKI, Senin (16/12).
Meski demikian, pihaknya tetap ingin memperkaya khazanah seputar mekanisme pendanaan naskah akademik yang akan digunakan eksekutif bersama legislatif dalam merumuskan raperda-raperda yang akan dibahas bersama. Pasalnya, persoalan tersebut acapkali menjadi hambatan dalam pembahasan raperda meski sudah ditetapkan dalam Propemperda oleh Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda).
“Justru yang lebih siap kadang-kadang inisiatif (DPRD), karena inisiatif di DPRD sudah ada dana untuk naskah akademik, cuman kuantitasnya sedikit cuma 4 (raperda) sedangkan kebutuhan raperda sampai 28 raperda,” terang Cahyo.
Di lokasi yang sama, Anggota Bapemperda DPRD DKI Hasan Basri Umar mengatakan bahwa pihaknya telah menetapkan Propemperda untuk dibahas bersama eksekutif sebanyak 26 raperda mulai awal tahun 2020. Jumlah tersebut, lanjut Hasan Basri, telah dirasionalisasi dari total 82 raperda usulan yang ditampung Bapemperda DPRD Provinsi DKI Jakarta.
Menurutnya, persoalan yang terjadi di DPRD Purbalingga juga hampir dialami oleh seluruh legislator di daerah lain lantaran perolehan naskah akademik juga memerlukan persyaratan yang matang.
“Dari 26 itu, 23 itu inisiatif dari eksekutif dan 3 dari DPRD. Kenapa hanya 3? Kita membutuhkan naskah akademik dan lain-lain. Karena sesungguhnya dari Pemerintah Daerah itu jauh lebih cepat daripada usulan yang di DPRD, kalau DPRD itu ada persyaratan tertentu jadi agak lama,” terangnya.
Meski demikian, Hasan Basri memastikan bahwa pihaknya akan berupaya optimal untuk menggenjot fungsi legislasi dalam memenuhi target Propemperda 2020 bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Termasuk, tanpa meninggalkan mekanisme Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar secara terbuka bersama unsur masyarakat sebagai kunci untuk menciptakan pembahasan substansial perda yang berkualitas.
“Makanya tadi saya juga sarankan agar pembahasan (perda) itu masyarakat juga perlu dilibatkan, agar perda yang dihasilkan tetap pro-rakyat dan bermanfaat seluas-luasnya untuk kepentingan masyarakat,” tandas Hasan. (DDJP/alw/oki)