Sejarah Transportasi (3): Qute sebagai Pengganti Bemo

July 9, 2024 1:06 pm

Ketika pertama kali melihat pelat bertuliskan ‘Bemo’ terpasang di bagian atas Bajaj Qute, kendaraan roda empat pengganti bemo yang biasa mangkal di depan Stasiun Manggarai atau di depan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), membuat masyarakat bertanya-tanya.

Jenis kendaraan apa lagi itu? Teernyata, pelat itu sengaja dipasang agar masyarakat yang biasa naik bemo dari Stasiun Manggarai ke RSCM atau sebaiknya tidak bingung.

Rusli (70), mantan sopir Bemo rute RSCM–Stasiun Manggarai menjelaskan, ketika bemo miliknya diderek petugas Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta, laki-laki yang sudah 30 tahun mejadi sopir bemo itu beralih menjadi sopir Qute.

Sehingga, banyak teman-temannya sesama sopir bemo menyebut Rusli sebagai perintis sopir Qute. Meski sama-sama berwarna biru seperti bajaj, Qute beroperasi dengan trayek yang sama seperti bemo.

Sopir baru mulai menginjak gas setelah bangku penumpang terisi. Total, ada empat penumpang, baru bisa diangkut Qute. Tapi, kadang-kadang sopir memaksakan agar lima penumpang bisa terangkut sekaligus.

Sedangkan bemo, bisa mengangkut tujuh penumpang. Bedanya, penumpang bemo duduk berhadap-hadapan, sedangkan semua penumpang Qute menghadap ke depan.

Selain di Manggarai, Qute juga beroperasi di kawasan Bendungan Hilir dan Pejompongan, Jakarta Pusat. Setiap 2-3 kilometer setidaknya ada dua atau tiga Qute berlalu lalang mengangkut penumpang.

Sedangkan enam Qute lainnya ngetem di dekat Pasar Bendungan Hilir. Sopir Qute umumnya menjalankan kendaraan sesuai rute bemo. “Kalau ada carteran, ya diambil. Tetapi lebih sering mengangkut orang sesuai trayek,” jelas Maman, sopir Qute trayek Manggarai-RSCM.

Maman mengaku, meski sudah berupaya memenuhi kebutuhan penumpang, tetapi rupiah yang dikantongi sopir Qute tergolong pas-pasan. Dalam satu hari, paling banter bisa mengantongi Rp200 ribu.

Dari hasil itu, ia harus setor kepada pemlik Qute sebesar Rp125 ribu. Bahkan, dipoting untuk beli bensin Rp20 ribu. Artinya, ia hanya kebagian Rp55 ribu.

Kalau sedang ramai, ungkap Maman, bisa membawa pulang Rp105 ribu. Uang tersebut untuk menafkahi istri dan tiga anaknya yang tinggal di Tegal, Jawa Tengah.

Namun, itu tak sering terjadi. Sebab beberapa kali pendapatannya di bawah target. Belum lagi untuk makan sehari-hari.

Rohani yang juga mantan sopir bemo mengakui, Qute lebih nyaman dikendarai. “Namanya juga barang baru. Jadi nggak pernah mogok. Beda kayak waktu naik bemo dulu. Seminggu bisa mogok minimal dua kali,” kenang Rohani.

Alami Perubahan

Sejak lama, angkutan umum di Jakarta saling menggantikan. Lahirnya Qute menggantikan bemo sejak dilarang beroperasi awal Juni 2017. Adolf Heuken Sj dalam Atlas Sejarah Jakarta (Cipta Loka Caraka, 2014) menuliskan, bemo diimpor pertama dari Jepang untuk menyambut Asean Games IV tahun 1962.

Keberadaan bemo atas pesanan khusus Presiden Pertama RI, Ir.Soekarno. Gubernur Provinsi DKI Jakarta Ali Sadikin pada tahun 1970-an mengganti becak dengan bemo atau becak motor, helicak.

Sebab, becak dinilai tidak manusiawi, Pemprov DKI Jakarta waktu itu mengatur tarif bemo. Seiring dengan waktu, pelarangan bemo muncul sejak tahun 1996.

Penindakan tegas berupa penderekan paksa baru dilakukan pertengahan tahun 2017. Sebagai gantinya, muncullah Qute yang dianggap lebih ramah lingkungan dan lebih aman, karena memiliki empat roda.

Menurut Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26 Tahun 2017, Qute dimasukkan dalam kategori angkutan kawasan tertentu. Kepala Bidang Angkutan Jalan Dinas Perhubungan DKI Jakarta Massdes Arouffi, 4 Oktober 2017 mengatakan, jumlah Qute saat itu sekitar 70 unit.

Sedangkan Ketua Unit Angkutan Lingkungan Organisasi Pengusaha Nasioanal Angkutan Bermotor di Jakarta (Organda) Petrus Tukimin waktu itu berpendapat, kebanyakan penumpang Qute adalah juga mantan penunpang bemo. Sehinggap pola pikir masyaraat hingga kini pun masih seperti dulu, saat jadi penumpang bemo. (DDJP/stw/df)