Sekretaris Komisi E DPRD DKI Jakarta Justin Adrian mendorong penguatan kelembagaan dalam sistem perlindungan terhadap perempuan dan anak.
Penguatan dimaksud dengan membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD-PPA) di tingkat provinsi dan kota.
“Untuk mendukung penegakan hukum. Baik terhadap perempuan, anak, dan kelompok rentan,“ ujar Justin, beberapa waktu lalu.
Dukungan serupa datang dari Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Desie Christyana Sari. Apalagi, isu tersebut menggema di media sosial. Yakni, perlindungan perempuan dan anak jangan hanya jadi slogan.
“Permasalahannya, banyak perempuan korban kekerasan pada diam. Karena pelaku kekerasan kebanyakan laki-laki,” ungkap Desie.
“Termasuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan penelantaran anak,“ tambah dia.
Kekerasan seksual dewasa ini menjadi momok besar dan nyata. Kekerasan seksual kerap kali menimpa warga. Terutama perempuan dan anak-anak.
Akar masalahnya, baik kekerasan fisik maupun seksual bukan terjadi karena anak perempuan kurang diawasi.
Akan tetapi, masih banyak laki-laki yang tidak diajarkan tentang batas-batas perilaku.
“Jangan jadikan perempuan objek pengawasan. Karena di saat yang sama, pelaku dibiarkan tumbuh tanpa nilai moral,” tutur Desie.
Keadilan, sambung dia, tidak akan tercapai bila masih ada pemakluman terhadap tindak kekerasan.
Seperti kepada kelompok rentan, perempuan, orang miskin, anak-anak, dan disabilitas. Bahkan terhadap Lansia (lanjut usia).
“Ingat, apapun, siapapun, agama apapun, tidak dibenarkan perilaku asusila dan kekerasan terhadap perempuan,” tegas Desie.
“Semua pelaku yang melanggar hukum harus ditindak tegas di negeri ini,“ pungkas dia. (stw/df)