Sandaran Minta Upah

October 23, 2024 10:01 am

Memotivasi masyarakat agar terus mengurangi sampah dari sumbernya bukan pekerjaan mudah.

Apalagi, mendukung program pengurangan sampah yang ditargetkan pemerintah sebesar 28 persen pada tahun 2024 dan 30 persen pada tahun 2025, menuntut tanggung jawab besar.

Berdasarkan data UPS BA, setiap tahun volume sampah yang diangkut dari kali, waduk, dan situ di Jakarta mencapai 300 ton.

“Karena itu, kami mengimbau agar warga masyarakat, khususnya di bantaran kali untuk menjaga kebersihan lingkungan demi keberlangsungan sungai,” kata Bang Juman kepada warga di sekitar tempat tinggalnya.

Masyarakat menyambut antusias. Apalagi Dinas Lingkungan Hidup mencanangkan berbagai festival kebersihan akan dijadikan agenda rutin tahunan.

Tujuannya, memotivasi dinas atau Stakeholder lain mendukung program tersebut.

“Kegiatan ini juga menjadi penyemangat menjaga keberlangsungan sungai. Karena itu, kita ingin kegiatan ini juga menjadi wisata sungai,” imbuh Bang Juman..

Tidak hanya itu. Pihaknya juga berupaya untuk mengintegrasikan Rencana Aksi Nasional Ekonomi Sirkular 2025-2045 dalam kebijakan daerah.

Sehingga bisa menciptakan sistem ekonomi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Sejak saat itu, Bang Mumu yang sempat stres berat sejak jadi korban PHK dari kantornya, tekun menggeluti sampah. Sehingga banyak yang berkomentar.

“Bang Mumu, sekarang getol banget ngurusi sampah. Sampai kadang-kadang tidur di dekat pembuangan sampah,” Tumar nyeletuk.

“Rajin sih rajin. Tapi kesihan juga, banyak anggota masyarakat yang mengeluh. Terutama ibu-ibu rumahtangga,”menimpali Jumirin.

“Lho, kenapa? Mestinya kita berterima kasih dong sama Bang Mumu. Kan kalian juga nggak mau kalau setiap hari harus bergumul dengan sampah seperti dia. Sebagai kepala rumah tangga, ia juga harus berjuang mencari ekonomi untuk memenuhi kebutuhan rumahtangganya sehari-hari. Belum lagi mikirin biaya sekolah anak-anaknya yang mulai berangkat dewasa,” Pak Saidi, ketua RT 07 berkomentar.

“Tapi, kalau dengar keluhan ibu-ibu, kasihan juga,” ujar Mumun.

“Keluhan mereka apa?” tanya Pak Saidi.

“Pokoknya lucu deh. Karena setiap mengambil sampah ia selalu minta upah, kaum ibu menerjemahkan sampah itu sebagai ‘sarana mencari upah’,” kata Bu Mutarsih.

“Berilah dengan ikhlas. Itung-itung ibadah. Kalian pasti nggak mau seperti dia. Apalagi sampai menjadi sampah masyarakat. Iya kan?” kata Pak Saidi sambil berpaling ke arah ibu-ibu rumahtangga yang mengadukan permasalahannya kepada ketua RT-nya. (stw)