Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta menilai rencana pemindahan Ibukota dari Jakarta ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur (Kaltim) dapat jadi momentum yang dapat dimanfaatkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Ketua DPRD DKI Sementara Pantas Nainggolan mengatakan, setidaknya perpindahan tersebut dapat menjadi peluang Jakarta untuk memperbaiki kualitas udara dengan terus menggenjot angka kepemilikan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Sebab, sadar atau tidak porsi RTH berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, setiap Provinsi, Kabupaten, maupun kota paling tidak memiliki RTH 30 persen dari total luas lahan yang dimiliki.
“Karena Undang-Undang mensyaratkan kota itu ruang terbuka hijau-nya 30 persen. Perpindahan Ibukota ini menjadi sebuah momen yang sangat baik untuk mengarah kesana. Jadi kawasan-kawasan secara kalau dilihat mungkin lebih baik jadi ruang terbuka hijau kenapa tidak?,” ujarnya, Senin (23/9).
Setidaknya ada sejumlah aturan yang mempersyaratkan batas minimal pengadaan RTH di wilayah perkotaan. Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yakni hitungan proporsi RTH paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota.
UU Penataan Ruang juga menyebut harus ada minimal 20 persen RTH publik dari luas wilayah kota yang tersedia di masing-masing daerah. Aturan itu membagi RTH ke dalam dua jenis yakni ruang terbuka publik dan privat.
Luas RTH di DKI Jakarta saat ini masih berada di angka 9,8 persen. Namun, ada versi lain yang menyebut RTH di ibu kota sudah mencapai 14,9 persen dari luar wilayah berdasarkan studi akademis peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) dan DKI Jakarta.
Selain itu, berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tercatat hingga saat ini baru 13 dari 174 kota di Indonesia yang mengikuti Program Kota Hijau dan memiliki porsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) 30 persen atau lebih.
Dengan demikian, Pantas menyatakan penyebarluasan zonasi RTH hal perlu mendapat prioritas Pemerintah Provinsi (Pemprov) guna terciptanya perbaikan kualitas udara.
“Kita menilai perpindahan Ibukota ini dampaknya akan luas sekali, tentunya untuk hal-hal yang positif. Karena memang Jakarta itu perlu keseimbangan daya dukung dan daya tampung yang ideal, sekaligus juga sebagai pemerataan kualitas lingkungan hidup,”terangnya.
Pantas Nainggolan yang sebelumnya menjabat sebagai Anggota Komisi D DPRD DKI Periode 2014-2019 tersebut berharap Dinas Lingkungan Hidup (LH) terus memperbanyak zonasi RTH di kawasan strategis ruang publik. Sehingga, pola perbaikan kualitas udara dapat terasa langsung ke masyarakat, meskipun Jakarta tak lagi menyandang status sebagai Daerah Khusus Ibukota (DKI) di waktu yang akan datang.
“Mudah-mudahan Jakarta bisa semakin tertolong daya dukungnya dan daya tampungnya, dan sekaligus menjadi Jakarta yang lebih ramah terhadap kualitas lingkungan yang lebih baik dan berkualitas,” ungkapnya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sejauh ini mengeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara.
Aturan tersebut menyebutkan, permasalahan polusi harus ditangani secara bersama oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lintas bidang. Antara lain, Dinas Lingkungan Hidup (LH), Dinas Perhubungan, Dinas Bina Marga, Dinas Kehutana, Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan (KPKP), Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP), Dinas Perindustrian dan Energi, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, serta Dinas Pemuda dan Olahraga.
Ingub tersebut juga menyarankan agar masyarakat menggunakan transportasi umum, percepaan revitalisasi trotoar penghubung angkutan massal, perluasan skema ganjil-genap bagi kendaraan bermotor roda empat dan roda dua, peremajaan angkutan umum, serta pembatasan usia kendaraan pribadi berusia lebih dari 10 tahun. Semua percepatan rencana tersebut diberlakukan dalam kurun waktu interval 2019 hingga 2025. (DDJP/alw/oki)