Anggota Fraksi PDI Perjuangan Gilbert Simanjuntak mengatakan, Rumah Susun (Rusun) bisa menjadi salah satu opsi solusi dari kebijakan pembatasan maksimal tiga Kartu Keluarga (KK) dalam satu alamat yang akan diterapkan Pemprov DKI.
Menurut dia, memberikan hunian ataupun tempat tinggal layak menjadi kewajiban Pemprov DKI apabila kebijakan ini terealisasi.
Padatnya lahan dan mahalnya harga sewa hunian akan menjadi masalah baru yang dihadapi warga terdampak.
“Pemprov sepatutnya memberi jalan keluar. Mereka butuh papan atau tempat tinggal. Di semua negara, Rusun yang jadi solusi,” ujar dia saat dihubungi, Selasa (21/5).
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak. (dok.DDJP)
Ia khawatir, kebijakan itu justru membuat sengsara masyarakat berpenghadilan rendah (MBR) ataupun warga miskin yang tidak memiliki kemampuan finansial untuk mencari hunian baru.
Sebab, kemiskinan merupakan faktor utama yang membuat satu tempat tinggal dihuni oleh beberapa keluarga.
“Saya kira kebijakan itu akan sangat merepotkan warga tidak mampu. Bansos (bantuan sosial -red) pangan tidak ada artinya, karena itu persoalan tempat tinggal,” ungkap Gilbert.
Meskipun proses permohonan dan syarat untuk menempati Rusun tidak mudah serta membutuhkan waktu, namun tidak ada solusi lain untuk diberikan kepada warga terdampak.
“Kalau tidak ada solusi soal perumahan, maka kebijakan itu hanya mengorbankan warga kelas bawah. Memberi pekerjaan buat yang terdampak, lebih repot. (Memberi akses Rusun) Itu lebih mudah daripada memberi pekerjaan,” tandas Gilbert.
Dari info yang dihimpun, Pemprov DKI sedang mempersiapkan aturan baru. Dimana dalam satu alamat rumah, hanya diperbolehkan maksimal tiga KK.
Pembatasan penggunaan alamat rumah untuk KK ini, sebagai langkah perbaikan administrasi kependudukan di Jakarta.
Banyak ditemukan warga yang tak lagi berdomisili di Jakarta, namun masih menggunakan alamat Jakarta. Apalagi Pemprov menemukan data dalam satu alamat ditempati oleh 20 KK. (DDJP/gie/rul)