Kicauan sekelompok burung gereja terdengar asyik dari pelataran bangsal Rumah Sakit (RS) PGI Cikini, Jl. Raden Saleh, Jakarta Pusat.
Hamparan pepohonan besar hingga taman yang luas membuat burung-burung tersebut terlihat asyik berpindah dari ranting pohon yang satu ke ranting pohon lainnya.
Di antara pepohonan yang hijau royo-royo di taman terbuka itu, terlihat seorang petugas sedang sibuk menyapu sampah sambil mengumpulkan daun-daun kering yang jatuh tertiup angin.
Terlihat pula beberapa dokter dan petugas medis yang keluar masuk ruangan untuk melihat kondisi para pasien yang tengah dirawat.
Di tengah kesibukan para juru medis tersebut, ada sebuah pemandangan yang berbeda di lingkungan rumah sakit tersebut.
Sebuah gedung bersejarah masih tampak berdiri kokoh tepat di jantung kawasan rumah sakit tersebut. Sebuah bangunan cagar budaya.
Bangunan bergaya arsitektur Eropa itu pernah menjadi rumah kediaman pelukis ternama, Raden Saleh (1807-1880).
Rumah Raden Saleh, sekarang Rumah Sakit Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Cikini, menjadi salah satu rumah sakit yang mengandalkan taman sebagai ciri khasnya.
Sehingga, tak mengherankan jika pasien yang berobat dan dirawat di rumah sakit tersebut akan merasa nyaman dengan kondisi lingkungan sekitar.
Untuk masuk ke gedung bekas rumah kediaman pelukis kondang, Raden Saleh, tidak dipungut bayaran. Rumah memiliki ciri khas konstruksi bangunannya.
Rumah itu masih sangat menarik untuk dikunjungi. Bentuk bangunannya seperti Ruang Ksatria, mirip di Kota Graavenhage, Ridderzaal, Belanda.
Namun, beberapa sumber lain mencatat, konstruksi bangunannya lebih mirip sebuah kastel di Callenbergh, Jerman.
Bangunan berlantai dua tersebut memiliki ruangan cukup lebar. Di lantai bawah, terdapat 8 kamar secara bersambung.
Di lantai atas, terdapat 7 kamar. Hal itu membuktikan, Raden Saleh pada masa hidupnya merupakan seorang yang kaya raya dan terpandang.
Bila masuk dari pintu depan, kita temukan ruangan utama. Di ruangan yang terlihat tiggi itu terdapat tiga lukisan sketsa. Dua sketsa wajah Raden Sakeh dan satu lukisan karya Mikhael Tan (2006)..
Salah satu lukisan sketsa berbahan pensil berjudul Migrant BetwenTwo Word (The painter Radenn Saleh), karya pelukis Jerman, Carl Vogelvan Vogelstein (1883).
Di ruang belakang, terdapat dua buah ruangan rapat. Di dalamnya terdapat pajangan sejumlah foto yang pernah dilombakan oleh RS PGI Cikini.
Keunikan lain yang ada bisa terlihat pada jendela-jendela yang berukuran besar. Anggota DPRD DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo mengungkapkan, bangunan cagar budaya itu butuh campur tangan pemerintah.
Anggota DPRD DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo. (dok.DDJP)
Pasalnya, terdapat beberapa ruangan di rumah peninggalan Raden Saleh tersebut butuh perbaiki. Tetapi, pihak rumah sakit mengaku tidak bisa memperbaikinya.
“Selain terkendala masalah dan, rumah tersebut termasuk bangunan cagar budaya. Maka campur tangan pemerintah sangat dibutuhkan,” ujar Dwi Rio Sambodo, beberapa waktu lalu.
Di salah satu ruangan di lantai bawah bernomor 6 yang dijadikan ruangan antik. Di dalamnya terdapat berbagai barang bekas yang pernah digunakan Raden Saleh.
Ada pula beberapa pajangan. Di antaranya foto asli rumah Raden Sakeh, lukisan Ratu Ema, foto Pendeta Adriana I de Graaf Kooman, bufet kayu jati, lemari pakaian, lemari hiasan, patung dan lonceng bermerek Jngkans Bestminster, buatan Jerman. (DDJP/stw/df)