Revisi UU Ibukota Diharap Tetap Perkuat Jakarta Sebagai Kota Produktif

December 16, 2019 3:36 pm

Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi DKI Jakarta merespons wacana Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Beleid tersebut akan segera dibahas Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai salah satu syarat pemindahan ibukota negara dari Jakarta kepada ke Kabupaten Penajam Passer dan Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur.

Ketua Bapemperda DPRD DKI Pantas Nainggolan menuturkan, meski pembahasan tersebut akan lebih dominan di tingkat pusat, setidaknya DPRD bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta juga perlu memberikan usulan yang nantinya akan menjadikan Jakarta tetap menjadi kota yang memiliki daya saing.

“Meskipun undang-undang itu dirumuskan DPR bersama Pemerintah Pusat, kita (DPRD) bersama Pemprov DKI pun juga perlu mengusulkan bagaimana usulan-usulan yang nanti berkembang bisa berjalan secara simultan. Sehingga Jakarta yang mungkin nantinya tidak lagi menjadi Ibukota tapi bisa bergerak di sektor-sektor strategis lain yang lebih produktif,” kata Pantas, Senin (16/12).

Menurut Pantas Nainggolan, salah satu sektor strategis lain yang perlu diangkat adalah penyesuaian nomenklatur seperti “Kota Sentra Ekonomi dan Perdagangan”. Mengingat, secara kondisi geografis Jakarta tidak memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang dapat dikelola untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Kalau usulan seperti itu bisa diterima, saya kira roda perekonomian akan tetap berjalan dan tidak terganggu. Apalagi potensi sumber daya kita hampir bisa dikatakan tidak ada, sehingga potensi penerimaan daerah dari sektor retribusi dan pajak-pajak lah yang masih bisa kita terus kelola,”terangnya.

Dengan demikian, Pantas berharap agar potensi perekonomian yang ada di seluruh wilayah administrasi Jakarta dapat dioptimalkan secara merata. Meskipun, pada akhirnya Jakarta tak lagi menyandang status sebagai Ibukota yang direncanakan akan dimulai pada tahun 2023 mendatang.

“Kami fikir niatan pemerintah pusat sangat baiklah, karena niatnya semata-mata untuk mengembalikan keseimbangan daya dukung dan daya tampung dari wilayah DKI Jakarta sekaligus pemerataan antar daerah dan wilayah-wilayah,” ungkapnya.

Beberapa waktu yang lalu, wacana pemerintah Indonesia memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke daerah di Kalimantan Timur membuat beberapa Undang-Undang menyesuaikan untuk direvisi, salah satunya melalui revisi UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Revisi UU tentang kekhususan Jakarta sebagai ibu kota sudah diusulkan masuk ke program legislasi nasional (Prolegnas) DPR RI tahun 2020 dan akan dibahas bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Revisi UU ini sebagai salah satu proses rencana pemerintah memindahkan ibu kota negara. Pasalnya, jika Jakarta tidak lagi menyandang ibu kota, maka kekhususannya itu tak lagi melekat pada Jakarta.

Meski demikian, kekhususan bagi Jakarta masih bisa disematkan tetapi bukan lagi sebagai ibu kota negara. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, memungkinkan adanya daerah khusus berbasis ekonomi.

Beleid tersebut akan mengatur Jakarta menjadi daerah khusus ekonomi maka akan memiliki kekhususan dalam pengembangan ekonomi di kawasan. Salah satunya, Jakarta memiliki kekhususan atau kewenangan terhadap konektivitas dengan daerah di dekatnya seperti Jawa Barat dan Banten.

Maka dari itu, Jakarta sebagai daerah khusus ekonomi masih berpotensi memiliki kewenangan khusus untuk membina hubungan secara langsung dengan negara lain. Sebab, Jakarta menjadi pintu gerbang untuk pertumbuhan ekonomi secara global.

Dengan demikian, Jakarta bisa menyandang daerah khusus ekonomi dengan segala fasilitas yang sudah lengkap. Seperti salah satunya, penempatan bandara internasional yang menjadi salah satu infrastruktur primer untuk kebutuhan konektivitas dengan hubungan ekonomi dan perdagangan dengan luar negeri. (DDJP/alw/oki)