Sejak merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia telah melalui perjalanan panjang penuh dinamika. Perayaan 80 tahun kemerdekaan di tahun 2025, bukan sekadar menandai usia negara.
Namun menjadi momentum refleksi terhadap pencapaian serta tantangan yang dihadapi. Upaya untuk ‘memerdekakan perempuan dan anak dari kasus kekerasan‘ menjadi salah satu fokus utama dalam perjalanan ini.
“Kekerasan perempuan dan anak jangan lagi jadi isu dan momok mengerikan untuk Jakarta di usia 80 tahun Kemerdekaan Indonesia,” ujar Elva, Rabu (13/8).
Ia berharap, usai 80 tahun Indonesia merdeka dari penjajahan, perempuan dan anak juga harus merasakan merdeka dari kekerasan.
Karena itu, ia mengajak seluruh masyarakat agar lebih peduli terhadap pencegahan, perlindungan, dan pertolongan bila menemukan kasus kekerasan perempuan dan anak di sekitarnya.
“Semua masyarakat harus turut bantu, turut serta. Penting mengedukasi masyarakat di semua sektor, untuk mempunyai awareness terhadap perlindungan perempuan dan anak,” ungkap Elva.
Ia mengaku sedih kasus kekerasan pada perempuan dan anak di Jakarta masih sangat tinggi. Terlihat dari data Survei Pengalaman Hidup Perempuan Daerah (SPHPD) dan Survei Pengalaman Hidup Anak Daerah (SPHAD) tahun 2024 yang digagas Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) mencatat, terdapat 3,78 persen perempuan di Jakarta mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dalam setahun terakhir.
“Angka kekerasan masih lumayan tinggi sekali. Artinya semua sektor, stakeholder harus kerja sama kolektif untuk menurunkan angka kekerasan perempuan dan anak,” tutur Elva.
Politisi PSI itu juga menyatakan, siap mengawal revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak dari Tindak Kekerasan.
“Terkait perlindungan perempuan dan anak, memang DKI Jakarta masih terus berprogres. Pastinya harus tetap optimis apalagi Perda 8 tahun 2011 sudah masuk dalam Prolegda,” pungkas Elva. (gie/df)