Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Ali Lubis menyoroti Refuse Derived Fuel (RDF) di Rorotan, Jakarta Utara. Pasalnya fasilitas pengolahan sampah itu masih menimbulkan masalah.
Usai dua kali uji coba, kata Ali, pengoperasian RDF masih menuai protes dari masyarakat. Sebab menimbulkan aroma tak sedap. Hal itu berpengaruh pada kesehatan masyarakat sekitar.
“Mulai proses kajian, perencanaan, analisis dampak lingkungan (Amdal), seperti bau, proses pengangkutan sampah, serta pengelolaan sampahnya, seharusnya sudah clear atau tidak bermasalah,” ujar Ali, Jumat (7/11)
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Ali Lubis. (dok.DDJP)
Pembangunan RDF Rorotan menggunakan lahan seluas 7,8 hektar. Menelan anggaran sekitar Rp1,2 triliun.
Bahkan keberadaannya diklaim sebagai fasilitas pengelolaan sampah terbesar di dunia. Mampu menampung sekitar 2.500 ton sampah per hari.
“Faktanya hingga saat ini, RDF Rorotan tersebut masih bermasalah. Masih menuai protes dari masyarakat sekitar akibat dampak yang ditimbulkan,” tandas Ali.
“Proyek yang memakai uang rakyat hampir sebesar Rp1.2 triliun mulai dicurigai dan bahkan berpotensi terjadi permasalahan hukum seperti mark up dan korupsi.,” tambah dia.
Selain itu, Ali mengimbau agar Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta memberikan penjelasan secara detail dan rinci terkait Amdal di RDF Rorotan, Jakarta Utara.
Berpotensi merugikan kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung. Termasuk merugikan masyarakat yang sudah tinggal sejak lama di wilayah Rorotan.
Apalagi, lanjut Ali, puluhan anak-anak di Rorotan banyak mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Akibat aroma tak sedap yang menyengat hingga ke pemukiman warga.
“Masyarakat mulai menilai jika proses pembangunan RDF Rorotan ini juga terkesan ada aturan yang di langgar dalam proses pembangunannya,” pungkas Ali. (apn/df)