Setiap kali kemerdekaan diperingati, Bangsa Indonesia harus kembali menghidupkan api semangat proklamasi. Jiwa kemerdekaan yang terpancar dalam semangat juang, semangat persatuan, dan semangat membangun negeri. Demikian ditegaskan Anggota Fraki PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta Rasyidi.
Ketiga semangat itu harus diletakkan dalam kerangka merealisasikan visi dan misi kemerdekaan bangsa. Bahwa motif terbesar meraih kemerdekaan adalah meraih kebahagiaan.
Dalam Pembukaan Undang Undang Dasar (UUD) 1945, motif itu tersirat dalam alinea kedua yang berbunyi; ”Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia ialah, sampailah kepada saat yang berbahagia”.
Namun, dalam alinea itu juga disebutkan; ”Pemenuhan atas motif meraih kebahagiaan itu hanya bisa terpenuhi sepenuhnya bilamana Bangsa Indonesia bisa mencapai visi negara merdeka, yakni menjadi bangsa dan warga yang ’merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Jika menelaah secara lebih seksama, tambah Rasyidi, visi negara merupakan turunan dari cita Pancasila. Menjadi ’merdeka’ merupakan pancaran cita moral sila Ketuhanan dan Kemanusiaan.
Bahwa di hadapan Tuhan dan Kemanusiaan, segala jenis manusia, apa pun perbedaan warna kulit, ras, dan golongannya, bersifat setara.
“Saat yang sama, keberadaan manusia tak bisa berdiri sendiri, terkucil dari yang lain. Untuk ada bersama dengan yang lain, manusia tak bisa tidak harus ada bersama dengan cinta, dengan mengembangkan rasa kemanusiaan penuh cinta kasih pada yang lain,”imbuh Rasyidi.
Sikap mental yang harus ditumbuhkan sebagai ekspresi kesetaraan ini adalah mental mandiri. Kemandirian tidaklah sama dengan kesendirian.
Kemandirian adalah sikap mental yang bisa dan berani berpikir, bersikap, dan bertindak secara berdaulat, serta bebas dari paksaan dan intervensi dari pihak-pihak lain.
Menumbuhkan mental mandiri, sambung Rasyidi, selain mensyaratkan mental egaliter, juga meniscayakan adanya kecerdasan serta kreativitas berbasis pengembangan ilmu dan teknologi.
Kemandirian kolektif bangsa Indonesia juga bisa tumbuh secara ajeg, jika warga Indonesia mengencangkan rasa cinta kasih dengan menunaikan kewajiban publiknya secara amanah, jujur dan bersih.
“Kolektivitas yang tak disertai mentalitas kejujuran akan merobohkan kemandirian bangsa. Dalam suatu bangsa, dimana korupsi merajalela, kedaulatan bangsa akan mudah jatuh ke dalam dikte bangsa lain,” tutur Rasyidi. (DDJP/stw/df)