Ketua Fraksi Partai Kebangkitan bangsa (F-PKB) DPRD DKI Jakarta Fu’adi Luthfi sangat mengapresiasi kegiatan Rembuk Warga Jakarta yang diselenggarakan oleh Koalisi Orang mUda dan Masyarakat Sipil (KOMMAS).
Kegiatan itu berlangsung di Pusat Kebudayaan Betawi, Jatinegara, Jakarta Timur, Rabu (19/3/2025).
Rembuk Warga Jakarta itu menyoroti program prioritas gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta.
Anggota DPRD DKI Jakarta Fu’adi Luthfi. (dok.DDJP)
Terdapat enam program prioritas yang dicanangkan Pemprov DKI. Antara lain, Program Jakarta Belajar, Program Jaarta Bekerja, dan Program Jakarta Berkeadilan.
Terdapat pula Program Jakarta Bermukim, Program Jakarta Bergerak, dan Program Jakarta Berseri.
Dalam menyampaikan pandangannnya terhadap Program Jakarta Belajar, menitikberatkan pada peningkatan akses kualitas pendidikan di Jakarta.
Fu’adi yang juga anggota Komsi A DPRD DKI sangat setuju agar ada peningkatan daya tampung sekolah negeri. Terutama pembangunan sekolah baru di wilayah padat penduduk.
“Ada beberapa poin penting yang perlu diperhatikan,” ujar dia.
Seperti Kesenjangan kualitas pendidikan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta 2023 menunjukkan, masih ada 41,65 persen sekolah swasta yang belum terakreditasi.
Data tersebut menunjukkan, kesenjangan kualitas antara sekolah negeri dan swast masih sangat tinggi.
“Karena itu, selain meningkatkan daya tampung negeri, pemerintah juga harus fokus pada peningkatan kualitas sekolah swasta melalui Program Akreditasi dan bantuan teknis,” urai dia.
Guru sebagai ujung tombak, imbuh Fu’adi, jumlahnya di sekolah negeri Jakarta pada tahun ajaran 2023-2024 hanya 376 orang.
“Ini menunjukkan, rasio guru-siswa yang tidak ideal. Selain itu, berdasarkan laporan BPS 2023, sebagian guru swasta memiliki penghasilan di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta,” kata dia.
Oleh karena itu, sambung Fu’adi, penyesuaian penghasilan guru harus menjadi prioritas. Tidak hanya untuk guru negeri, tetapi juga guru swasta.
“Tanpa kesejahteraan yang layak, sulit mengharapkan kualitas pendidikan yang baik,” tegas dia.
Menurut Kemendikbudristek di tahun 2023, tambah Fu’adi, hanya 18 persen guru di Indonesia yang menerima pelatihan pendidikan inklusif.
Data tersebut menunjukkan, masih banyak guru yang belum memiliki kompetensi untuk mendidik anak-anak dengan kebutuhan khusus.
“Pelatihan guru dalam pendidikan inklusif harus ditingkatkan, dan infrastruktur sekolah ramah disabilitas juga harus menjadi prioritas,” tambah dia. (stw/df)