Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta berharap Dinas Lingkungan Hidup (LH) mengkaji ulang program sedekah minyak jelantah dari sisa memasak warga pada Program Kampung Iklim di Jakarta Selatan.
Anggota Komisi D DPRD DKI Manuara Siahaan mengatakan, minyak jelantah sebagai bagian dari limbah minyak goreng sejatinya memiliki senyawa karsinogenik yang dapat membahayakan tubuh makhluk hidup. Sehingga, penerapan program tersebut perlu dianalisis secara komprehensif khususnya dampak buruk dari pemanfaatan minyak jelantah yang digunakan secara berulang kali.
“Karena ada saya pernah juga membaca sifat karsinogenik dari minyak jelantah. Itu juga harus dicek betul minyak jelantah yang seperti apa ini yang dibagikan,” katanya, Kamis (23/5).
Maka dari itu, Komisi D berharap agar Dinas Lingkungan Hidup DKI sebagai leading sector dapat menelaah kembali pemanfaatan komposisi bahan yang terkandung dalam setiap tetesan minyak jelantah. Sehingga, masyarakat sebagai konsumen tidak dirugikan oleh ragam timbul masalah kesehatan di kemudian hari, baik jangka pendek ataupun jangka panjang.
“Ini harus dijaga betul, jangan asal dibagikan, harus betul-betul melalui sebuah quality control yang betul2 jangan pula menjadi penyakit kepada masyarakat penerima. Tapi prinsipnya untuk bersedekah di bulan Ramadan itu bagus, apa yang disedekahkan apa sumbernya itu perlu dikaji,” terang Manuara.
Pemprov DKI Jakarta melalui Suku Dinas Lingkungan Hidup (LH) Jakarta Selatan bersama Yayasan Rumah Sosial Kutub telah menginisasi program sedekah minyak jelantah sejak diluncurkan 8 Mei 2019 atau sekitar awal bulan suci Ramadan. Minyak jelantah yang diberikan masyarakat nantinya akan dikumpulkan di tong sedekah dalam bentuk jerigen berkapasitas 18 liter.
Tong sedekah tersebut nantinya akan didistribusikan ke setiap kantor pemda, RT, maupun RW di Jakarta Selatan. Hal itu dilakukan, agar seluruh masyarakat dapat ikut serta menyedekahkan minyak jelantah dari rumahnya.
Meski demikian, pemanfaatan minyak jelantah secara tegas dilarang dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 167 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan Limbah Minyak Goreng. Dalam Bab V Pengumpulan dan Penyaluran Limbah Minyak Goreng Pasal 7 Ayat 4 menerangkan Pengumpul di dalam mengumpulkan Limbah Minyak Goreng dilarang untuk: (a) menggunakan kembali atau mendistribusikan Limbah Minyak Goreng untuk kegiatan konsumsi dan/atau sebagai bahan baku atau bahan bantu pengolahan pangan manusia dan/atau hewan; dan (b) membuang Limbah Minyak Goreng ke dalam media lingkungan hidup.
Di Indonesia, minyak jelantah biasanya datang dari minyak sayur yang digunakan untuk kegiatan rumah tangga. Minyak jelantah terkadang masih sering digunakan untuk memasak meskipun kandungannya sudah tak lagi sama saat pertama kali digunakan.
Minyak jelantah mengandung senyawa yang bersifat karsinogenik, sehingga bisa jadi racun dan merusak kesehatan tubuh manusia. Bahkan minyak jelantah bisa mengakibatkan kanker dan menurunkan kualitas berpikir seseorang.
Untuk itulah, minyak jelantah harus ditangani secara tepat agar tak jadi limbah lingkungan, sebenarnya minyak jelantah bisa dimanfaatkan untuk kegunaan lain, misalnya untuk jadi bahan bakal mesin biodiesel. (DDJP/alw/oki)