Sejatinya, pemerintah tak henti mendorong terwujudnya proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang obyektif, akuntabel, dan transparan.
“Kementerian Pandidikan Kebudayaan Ristek dan Teknologi (Kemendikbudristek) pun memastikan, pelaksaaan PPDB tahun ini akan berjalan secara obyektif, akuntabel, dan transparan melalui regulasi yang ada,” ujar Amir memulai pembicaraan.
“Memang. Kemendikbudristek telah menyusun payung kebijakan berupa Permendikdud No.1 Taunn 2021 tentang PPDB dan aturan turunan berupa Keputusan Sekretaris Jenderal (Kepsekjen) No.47 Tahun 2023 tentang Pedoman Pelaksanaan PPDB,” Sumanjaya menimpali.
“Materi yang terkandung di dalamnya apa saja?” Abidin nyeletuk.
“Masa kamu nggak paham. Bukan bapak-bapak kepala sekolah sudah melakukan briefing kepada kalian sebelum pelaksanaan PPDB dimulai?” kata Amir.
“Anu,…..Maaf… Waktu itu aku ketiduran seusai bikin kopi buat para pengambil kebijakan yang sedang rapat. Karena itu, aku tak tahu materi yang dibicarakan secara lengkap,” ungkap Abidin.
“Tidur, ketiduran atau pura-pura tidak tahu?” tanya Solikan sambil menatap tajam Abidin.
“Kok kamu sepertinya menaruh curiga sama saya. Aku ngomong sejujurnya. Dan aku baru bangun ketika ada ribut-ribut di luar yang menunut agar PPDB dilaksanakan secara obyektif, akuntabel, dan trasparan. Ternyata ujung-ujungnya ruwet belakangan ini,” jawab Abidin.
“Jangan percaya omogan dia.M asa staf ahli, ehhh…… asisten kepala sekolah masih bertanya kepada kita. Mestinya, kita yang bertanya kepada dia. Kenapa pelaksanaan PPDB jadi ruwet dan nenimbulkan polemik,” ujar Suwondo.
“Abidin itu sebenarnya orang cerdas. Tetapi hari ini rupanya dia lagi PPDB,” kata Solikan.
“Mkasudmu? Kan dia tanya soal hasil PPDB. Kok kamu bilang dia itu sebenarnya cerdas. Cerdas dari mana? Lalu, PPDB yang kamu maksud itu apa?” tanya Amir.
“PPDB, singkatan dari Pura Pura Dongok dan Bloon,” jawab Solikan sambil mengangkat gelas berisi air kopi. (DDJP/stw)