Terungkapnya kekerasan terhadap bayi dan anak di bawah lima tahun (balita) pada sebuah tempat penitipan anak atau Daycare menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Harapannya, peristiwa yang terjadi di Depok, Jawa Barat dan Pekanbaru, Riau itu tidak terulang lagi. Kota Jakarta yang kini menuju sebagai kota global, juga harus mengantisipasi hal tersebut.
“Kami sangat mendukung pengawasan ekstra terhadap daycare, seperti yang dikemukakan Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra, beberapa waktu lalu. Ini terjadi karena masyarakat terlalu mudah mendapatkan izin mendirikan daycare,” ujar Anggota DPRD DKI Jakarta Mujiyono, Rabu (21/8).
Wakil rakyat dari Fraksi Partai Demokrat itu mengemukakan, harus ada sistem pengawasan dan pengasuhan berbasis psikologis tumbuh kembang anak, sesuai usia dan pemahamannya.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi A DPRD DKI Jakarta beberapa waktu lalu, KPAI menyebutkan, survei 2019 tentang tempat penitipan anak, para pekerja di Daycare didominasi lulusan SMA ke Bawah.
Semestinya, daycare memerlukan pekerja dengan pendidikan setingkat sarjana sebagai pengasuh.
Di sisi lain, Wakil Ketua KPAI Jasra Putra mengemukakan, berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Hukum dan HAM, di Depok terdapat 110 Daycare. Ironisnya, 12 Dauycare yang terdaftar.
“ Dari sini kita tahu, ada kebutuhan mendesak. Untuk mengetahui total daycare di Indonesia adalah perlunya ada pengawasan dan penguatan,” tutur dia.
Pada 2019, KPAI juga melakukan riset kualitas layanan Taman Penitipan Anak (TPA), Taman Anak Sejahtera (TAS) atau Daycare di sembilan provinsi dan 23 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Riset tersebut memotret kualitas layanan dari perspektif kebijakan, sumber daya manusia, dan program layanan.
“Pada implementasinya, belum semua Daycare dapat menjalankan fungsi mengasuh, merawat dan mendidik anak secara baik dan berkualitas,” ungkap Jasra.
Selaian itu, tambah Jasra, dukungan tenagap rofesioal paling banyak adalah guru sebesar 65persen, dokter/perawat dan psikolog 23 persen, konselor dan pekerja social sebanyak 16 persen.
“Meski dalam pelaksanaannya lebih dominan diperankan pekerja lulusan setingkat SMA ke bawah,” tambah Jasra.
Di lain pihak, Anggota DPRD DKI Jakarta Basri Baco mengaku sangat prihatin dengan kasus yang terjadi di tempat penitipan anak belakangan ini.
Politisi Partai Golkar itu meminta agar pemerintah dan lembaga penegak hukum menelusuri dan menindak tegas pelaku kekerasan di Daycare.
“Anak-anak usia dini ini harus dilindungi dan perlu payung hukum tentang pengasuhan anak,” tandas Baco. (DDJP/stw/df)