Ketua Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta Ismail menilai, perlu regulasi untuk izin usaha yang menggunakan aset milik Pemprov DKI.
Hal itu terinspirasi dari persoalan warga yang mengeluhkan keberadaan pedagang kue pukis di Tamansari, Jakarta Barat yang beroperasi di Rumah Kompos milik Dinas Bina Marga.
Keluhan warga RW. 01 itu di antaranya kondisi saluran air yang terkendala akibat keberadaan pedagang kue pukis di lokasi tersebut.
Karena itu, Ismail meminta pedagang mengajukan surat perizinan untuk menggunakan Rumah Kompos milik Pemprov DKI.
“Lakukan prosedur resminya, karena saya cek juga ini termasuk aset (Dinas) Bina Marga,” ujar Ismail di gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (29/2).
Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Ismail. (dok.DDJP)
Dalam waktu dekat, harap Ismail, camat bisa memfasilitasi pertemuan antara pedagang kue pukis, ketua RW.01, warga, dan Lurah, untuk membahas persoalan tersebut.
Pembahasan itu menunggu terbitnya surat izin untuk pedagang kue pukis. Baik diperkenankan berjualan atau tidak boleh di lokasi tersebut.
“Mengenai sekarang ini, yang sudah siap berjualan apakah tetap berjualan sambil menunggu adanya kepastian hukum tersebut atau bagaimana, silahkan ini dikompromikan bersama dengan pemangku wilyah setempat,” ungkap Ismail.
Sementara Kepala Suku Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi Usaha Kecil Menengah (Sudin PPKUKM) Jakarta Barat Iqbal Idham Ramid mengatakan, Rumah Kompos tidak termasuk sebagai lokasi sementara (Loksem) untuk berjualan. Meski demikian, pedagang bisa mengajukan izin penggunaan lahan.
“Dalam Pergub (Peraturan Gubernur-Red) Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima mengatur ketika memang ingin dilakukan menjadi pedagang binaan dapat diusulkan ke dalam lokasi sementara secara berjenjang,” kata dia.
Di kesempatan yang sama, Sondang Hutagalung selaku pedagang kue pukis mengaku sudah mengantongi izin dari ketua RW. 01 untuk berjualan di tempat tersebut dengan syarat merenovasi rumah kompos dan berkontribusi terhadap warga sekitar.
“Kita diizinin asal memberikan kontribusi kepada wilayah dengan memberikan kontribusi, menjaga kebersihan lingkungan, dan tidak mengganggu saluran air,” ucap Sondang.
Sementara itu, Ketua RW. 01 Tan Soeat Chind mengatakan, izin penggunaan Rumah Kompos tersebut berdasarkan hasil rapat yang digelar pada 8 Januari oleh tujuh ketua Rukun Tetangga (RT) di wilayah tersebut.
“Ada bukti foto saat rapat, ada 7 RT dari 13 RT yang menyetujui dan satu yang saya kasih tau itu setuju jadi delapan, tanggal 8 Januari,” ungkap Chind.
Karta, warga di Taman Sari Jakarta Barat mengatakan, keluhan warga diterima lantaran tidak adanya izin menggunakan Rumah Kompos untuk dijadikan tempat usaha. Aktivitas usaha tersebut justru mengganggu saluran air yang berada di lokasi sekitar.
“Kenapa itu disewakan? itu kan tanah negara? tanah Pemda, yang penyewa juga aneh, kok mau sewa tanpa surat yang resmi, itu Pemda yang punya wewenang,” tandas Karta. (DDJP/yla/gie)