Perlu Kriteria Tempat dan Usia yang Jelas dalam Regulasi Skuter Listrik

November 29, 2019 7:46 pm

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) mengkaji lebih dalam lagi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 128 Tahun 2019 tentang Penyediaan Lajur Sepeda yang rencananya akan juga mengakomodir aturan mengenai operasional skuter listrik.

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Zita Anjani menilai, kecelakaan yang melibatkan pengguna skuter listrik hingga meninggal dunia dapat menjaid acuan ideal bagi Pasal pengoperasian skuter dalam Pergub tersebut. Semisal lokasi pengoperasian yang ditentukan dan disepakati bersama hingga kriteria usia bagi pengguna.

“Jadi memang perlu diatur tempatnya, lalu dengan minimum usia yang menggunakan, dan safety (tingkat keamanan) nya bagaimana, harus ada seperti implementasi di lapangan yang mengatur itu,” ujarnya, Jum’at (29/11).

Kondisi lingkungan yang sangat terdampak oleh semakin banyaknya kendaraan berbahan bakar minyak memicu perkembangan teknologi untuk mengembangkan jenis alat transportasi yang ramah lingkungan untuk digunakan masyarakat di seluruh dunia. Saat ini perkembangan alat transportasi mulai berubah dari penggunaan mesin bahan bakar minyak menjadi penggunaan tenaga listrik (electric vehicle).

Hal ini dapat dilihat dari banyaknya perusahaan otomotif yang menawarkan alat transportasi menggunakan tenaga listrik keseluruhan maupun sebagian (hybrid). Kendaraan bertenaga listrik berkembang dengan cepat di seluruh dunia juga disebabkan oleh beberapa peraturan yang memberikan keuntungan bagi produsen maupun konsumen kendaraan bertenaga listrik dibandingkan kendaraan dengan bahan bakar minyak (BBM).

Atas dasar itu, Zita berpandangan Pemprov DKI bisa menyempurnakan kembali aturan tersebut kedalam produk hukum daerah lain seperti Peraturan Daerah (Perda). Dimana, ada aturan yang relevan terkait klasifikasi skuter elektrik dengan sepeda elektrik lantaran kedua jenis kendaraan tersebut memiliki perbedaan dan sejumlah kriteria teknis operasional sehingga memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat.

“Sehingga kalau kita sudah paham jenis kendaraan skuter listrik itu apa sepeda listrik itu bagaimana maka akan lebih mudah masukin dalam kategorinya, seperti kendaraan bermotor itu kan ada aturan nya. Jangan karena roda dua sepeda padahal pakai mesin, jadi diskusikan juga hal-hal seperti itu,” terangnya.

Dengan demikian, Zita berharap setidaknya sebelum aturan Pergub tersebut dilahirkan seyogyanya dapat melibatkan seluruh elemen masyarakat seperti aspirasi yang datang pemerhati pejalan kaki (Pedestrian), pengguna sepeda konvensional bahkan hingga legislator. Hal ini bertujuan agar perumusan aturan yang diberikan bisa dicermati secara berlapis sehingga mendapat analisa kajian yang lebih komprehensif.

“Harusnya diskusinya libatkan semua, libatkan juga masyarakat karena itu kan yang menggunakan publik, termasuk kita (DPRD) sebagai wakil rakyat. Jangan sampai kayak kemarin ada peristiwa yang kurang mengenakkan, malah baru dibuat aturan-aturan yang membatasi penggunaan (skuter listrik) itu,” ungkap Zita.

Berdasarkan Pergub Nomor 128 Tahun 2019 tentang Penyediaan Lajur Sepeda, Pemprov DKI memperbolehkan skuter listrik berkepemilikan pribadi melintas di jalur sepeda. Aturan tersebut diadopsi dari negara maju seperti Singapura dan Perancis. Alasan nya, pengguna skuter listrik pribadi dianggap sudah memahami standar keselamatan bertransportasi dibandingkan skuter listrik komersial yang cenderung mengabaikan faktor keselamatan, keamanan dan kenyamanan.

Peraturan Gubernur Nomor 128 Tahun 2019 tentang Penyediaan Lajur Sepeda justru mengatur penggunaan skuter di jalur sepeda. Dalam pergub tersebut, skuter termasuk salah satu sarana transportasi yang boleh melintasi jalur sepeda. Dalam ‘Kamus Besar Bahasa Indonesia’, skuter adalah kendaraan bermotor beroda dua dengan ukuran roda yang kecil dan tidak berjeruji kawat. Pengertian itu sesuai dengan skuter listrik, yang memiliki motor listrik.

Bunyi Pasal 2 Pergub DKI No 128 Tahun 2019 Ayat (1) termaktub Lajur sepeda diperuntukkan bagi: a. sepeda; dan b. sepeda listrik. Kemudian, Pasal 2 Ayat (2), Selain sepeda dan sepeda listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lajur sepeda dapat dilintasi: a. otopet; b. skuter; c. hoverboard; dan/atau d. unicycle.

Berbeda hal dengan Pemprov DKI, Direktorat Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya telah menerapkan aturan tilang terhadap pengguna skuter listrik baik skuter listrik sewaan atau milik pribadi yang melintas di jalan raya atau jalur khusus sepeda mulai 25 November 2019.

Para pelanggar akan dijerat dengan Pasal 282 Juncto Pasal 104 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan sanksi pidana penjara selama-lamanya satu bulan dan denda maksimal Rp250 ribu. Penggunaan skuter listrik hanya diperbolehkan di kawasan tertentu yang telah mendapat izin dari pihak pengelola, salah satunya kawasan Gelora Bung Karno (GBK) Senayan Jakarta Pusat dan kawasan Ancol Jakarta Utara.

Kemudian, Dirlantas Polda Metro Jaya telah menyiapkan sistem penilangan pada pelanggar pengguna skuter listrik melalui sistem tilang elektronik. Dimana, para pelanggar hanya menunjukkan kartu identitas dan membayar denda tilang melalui bank yang ditunjuk.

Sebelumnya, salah satu kejadian yang melibatkan pengguna skuter listrik di Jakarta adalah kerusakan beberapa alas kayu di jembatan penyeberangan orang (JPO). Artinya, kecenderungan pengguna skuter listrik di Indonesia juga menggunakan jalur yang diperuntukkan untuk pejalan kaki maupun jalur sepeda.

Hal ini cukup mengkhawatirkan karena potensi terjadinya kecelakaan yang melibatkan pengguna skuter listrik cukup besar sesuai dengan pengalaman di negara-negara lain. Dari pengalaman kerusakan alas kayu di JPO tersebut dan beberapa kondisi yang sudah ada di beberapa negara, perkembangan penggunaan skuter listrik perlu disiapkan peraturan yang jelas mengenai jalur yang diperbolehkan maupun spesifikasi yang diperkenankan.

Secara teknis, kemampuan skuter listrik yang memiliki kecepatan sampai dengan 50 km/jam akan sangat berbahaya apabila digunakan bersamaan dengan pejalan kaki maupun sepeda. Dari kondisi ini, skuter listrik seharusnya tidak diperkenankan digunakan di trotoar ataupun jalur yang diperuntukkan untuk pejalan kaki dan sepeda.

Di sisi lain penggunaan skuter listrik menggunakan jalur kendaraan roda dua maupun roda empat juga sangat berbahaya karena kemampuan kecepatan dan keselamatan skuter listrik jauh di bawah kendaraan pada umumnya. Berdasarkan pertimbangan teknis tersebut, diperlukan peraturan yang jelas mengenai penggunaan jalur yang diperbolehkan dalam menggunakan skuter listrik.

Beberapa negara menyediakan jalur khusus skuter listrik dan/atau sejenisnya dengan mengurangi porsi jalur pejalan kaki maupun sepeda atau porsi jalur kendaraan roda dua maupun roda empat.

Selain penambahan jalur khusus skuter listrik dan/atau sejenisnya, beberapa negara yang memiliki kesulitan penyediaan jalur khusus karena keterbatasan lebar jalan memilih menggunakan pembatasan spesifikasi kecepatan skuter listrik yang boleh digunakan.

Penetapan batasan kecepatan yang dianggap relatif aman (10-20 km/jam) diharapkan pengguna skuter listrik tetap menggunakan jalur pejalan kaki dan/atau sepeda dengan tetap menekan risiko terjadinya kecelakaan. Sudah saatnya pemerintah membuat peraturan yang jelas mengenai penggunaan skuter listrik ini sehingga pemilik skuter listrik dan pejalan kaki mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. (DDJP/alw/oki)