Komisi D DPRD DKI Jakarta meminta Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan (Citata) DKI Jakarta memperketat pengawasan perizinan bangunan gedung yang tak memenuhi standar keselamatan.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Komisi D DPRD Provinsi DKI Jakarta Yuke Yurike pada saat rapat kerja bersama Dinas Citata DKI Jakarta membahas bangunan gedung dan ruang, Selasa (4/2).
Menurut Yuke, setiap gedung wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Untuk itu, perizinannya harus lebih selektif agar mengutamakan standar keselamatan.
Dengan demikian, peristiwa kebakaran yang terjadi di permukiman penduduk maupun gedung-gedung perkantoran dan bisnis tidak terulang kembali.
Ketua Komisi D DPRD Provinsi DKI Jakarta Yuke Yurike. (dok.DDJP)
Pengawasan ketat berlaku untuk semua gedung, baik gedung lama maupun baru. “Kami menekankan kepada Citata untuk pengawasannya lebih diperketat lagi,” ujar dia.
Lebih lanjut, Yuke meminta kepada masyarakat turut serta mengawasi lingkungan masing-masing, terkait gedung-gedung yang digunakan tak sesuai dengan izin.
Bangunan gedung yang tak sesuai izin, tegas Yuke, merupakan pelanggaran yang tak dapat ditoleransi. Terlebih bilsa tak memenuhi standar keselamatan, seperti penyediaan pintu darurat, alat deteksi kebakaran, dan Alat Pemadam Api Ringan (APAR).
“Jadi kalau ada informasi yang diketahui oleh masyarakat luas jangan sungkan-sungkan untuk menginformasikan kepada Pemprov maupun kepada kami anggota dewan. Kita juga harus betul-betul cek Apakah mereka layak atau tidak sesuai dengan fungsi,” tandas Yuke.
Selain itu, Yuke menegaskan agar Pemprov DKI menindak tegas terhadap pemilik gedung yang tak memenuhi standar keselamatan.
Penindakan atas pelanggaran tersebut tertuang dalam Perda Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran dan Pergub 143 Tahun 2016 tentang Manajemen Keselamatan Kebakaran Gedung dan Lingkungan.
“Kalau ternyata dia (gedung-red) tidak layak, pasti ada beberapa sanksi apakah itu tidak diberikan izin ataukah memang harus ditutup dan lain-lain,” tambah Yuke.
“Mungkin memerlukan lintas dinas juga untuk kita melakukan pengawasan ataupun sidak,” imbuh politisi PDI Perjuangan itu.
Sementara itu, Kepala Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan (Citata) DKI Jakarta Heru Hermawanto menyatakan, pendirian bangunan memiliki beberapa izin di antaranya izin operasional, izin usaha dan sebagainya.
Sehingga hal itu yang menyebabkan saling tumpang tindih perizinan. “Misal untuk bangunan hotel atau kantor tetapi di dalamnya ada karaoke, ada tempat spa, ada hal hal yang tak sesuai dengan IMB dan SLF,” kata Heru.
Selain itu, sambung Heru, Dinas Citata peninjauan kelayakan SLF hanya dapat dilakukan lima tahun sekali. Sehingga tidak bisa dilakukan pengawasan setiap bulan.
“Kalau SLF itu 5 tahun sekali masalahnya. Nah, kita awasi segitu banyak nggak akan mungkin. Ketemu lagi dalam waktu yang relatif pendek,” pungkas dia. (apn/df)