Justin Adrian Untayana, politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu berhasil lolos menjadi anggota DPRD DKI Jakarta periode 2019-2024 usai mengikuti Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019.
Ia bercerita, menjadi salah satu saksi peristiwa Semanggi II pada tahun 1999. Saat itu, ia berstatus mahasiswa di Universitas Atma Jaya, lokasinya sangat dekat dengan titik peristiwa.
Pada Jumat 24, September, pukul 20.30 WIB, terdengar rentetan tembakan. Massa demonstran kaget, melongok Jembatan Layang Karet-Sudirman dan nampak dari sana banyak iring-iringan mobil aparat.
Melihat pemandangan itu, para mahasiswa yang berunjuk rasa menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB) berhamburan. Lalu, menerobos masuk ke Kampus Atma Jaya dan Rumah Sakit Jakarta untuk mencari perlindungan. “Saat Yun Hap (mahasiswa Universitas Indonesia) tertembak, saya tak jauh dari sana,” tutur dia.
Ia mengaku kecewa, usai peristiwa tersebut elite politik justru sibuk dengan kepentingan mereka sendiri dan melupakan cita-cita reformasi. Dari sanalah tekad Justin untuk merubah pola pikir elit politik agar tetap mengutamakan toleransi sosial timbul.
Bahkan sebelum menyelam ke dunia politik, lulusan Magister Hukum Universitas Indonesia itu juga sempat mengabdikan diri sebagai pengacara, selama 10 tahun.
Barulah Justin mantap memilih PSI untuk mengantarnya menuju parlemen Kebon Sirih. Ia pun sempat bingung saat pertama bergabung, mengapa PSI membatasi usia pengurusnya maksimal 45 tahun.
“Dari informasi yang saya himpun, barulah saya tau tujuannya yaitu memutus mata rantai budaya dan politik Orde Baru terutama menyangkut intoleransi dan korupsi,” tutur dia.
Mantan pengacara itu memiliki target ingin memastikan tidak adanya peraturan daerah (Perda) yang bisa memantik intoleransi. “Kalau perlu ada kurikulum wajib di sekolah mengenai toleransi hidup bermasyarakat,” tandas Justin. (DDJP/bad/gie)