Perda Covid-19 Harus Atur Kepastian Hukum Bagi Masyarakat Terdampak

October 6, 2020 5:12 pm

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta menginginkan ada hak dan kewajiban yang perlu diterima masyarakat di masa pandemi Covid-19. Hak dan Kewajiban itu didorong diatur dalam satu pasal khusus dalam Rancangan Perda Penanggulangan Covid-19 yang sedang dibahas.

Ketua Bapemperda DPRD DKI Jakarta Pantas Nainggolan mengatakan, dalam draf Rancangan Perda yang diusulkan dalam Pasal 5 poin d Bab II tentang Tanggung Jawab dan Wewenang Pemprov DKI Jakarta hanya mengatur mengenai pemberian perlindungan dan kepastian hukum bagi petugas dan aparat dalam menjalankan tugasnya. Sementara, belum ada perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat terdampak pandemi Covid-19.

“Jadi ada saling memberi dan menerima, jadi ada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Itulah yang kita (DPRD) ingin hadirkan dari Perda ini. Kita berharap DPRD sebagai bagian dari pemerintahan juga bisa memperjuangkan aspirasi-aspirasi masyarakat yang sudah kita rekam selama ini, dan kita berusaha supaya ditanggungjawabkan oleh pemerintah,” ujar Pantas saat menggelar pembahasan Rancangan Perda Penanggulangan Covid-19 di gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (6/10).

Dengan demikian, Bapemperda meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) segera mengkaji berbagai jenis hak dan kewajiban yang akan diberikan kepada masyarakat untuk kemudian dibahas bersama. Semisal, hak masyarakat dalam bentuk jaminan ketersediaan fasilitas lokasi isolasi mandiri bagi pasien orang tanpa gejala (OTG) Covid-19.

Selain hak, menurut Anggota Bapemperda DPRD DKI Jakarta Ferrial Sofyan peningkatan tanggung jawab pemerintah sebagai dasar pemberian hak kepada masyarakat juga perlu dituangkan dalam Rancangan Perda Covid-19. Dengan ketentuan tersebut diharapkan Pemprov DKI dapat menghitung dengan rinci kebutuhan alokasi anggaran sebagai upaya pemenuhan hak warga.

“Kalau misalnya masyarakat yang isolasi mandiri itu 10.000 orang (terpapar Covid-19) dikali Rp100 ribu sudah Rp1 miliar sekian sehari, kalau PSBB selama 14 hari itu 10.000 warga ditanggung bisa kena Rp14 miliar. Kalau dilaksanakan 2 kali PSBB selama 28 hari baru Rp28 miliar tapi dampaknya luar biasa, ini tidak seberapa dibandingkan kalau orang yang harus isolasi mandiri keliatan, dan tidak dijamin bantuan apa-apa dan itulah yang terjadi,” terangnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Widyastuti mengatakan bahwa pihaknya melakukan kegiatan isolasi mandiri tetap merujuk kepada aturan-aturan pemerintah pusat melalui Peraturan Kementerian Kesehatan (Permenkes).

“Tentu kami terus mengacu terhadap aturan yang lebih tinggi (Permenkes),” terangnya.

Sedangkan, Kepala Biro Hukum Setda Provinsi DKI Jakarta Yayan Yuhanah memastikan pihaknya akan memasukan beleid pasal tersebut agar penerapan perda penanggulangan Covid-19 dapat lebih optimal di tengah masyarakat.

“Jadi memang nanti akan ada penambahan pasal-pasal untuk bagian isolasi (mandiri), dan sebenarnya ada juga bunyi tersebut di bagian perlindungan jaminan sosial tapi di pasal 29. Tapi jika DPRD usul supaya itu disebut di awal, itu bisa kita tambahkan terkait aturan itu,” tandas Yayan. (DDJP/alw/oki)