Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi DKI Jakarta melibatkan sejumlah pakar, ahli, akademisi dan unsur lapisan masyarakat untuk membahas usulan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang dilaksanakan Bapemperda, Dosen Ilmu Lingkungan Pascasarjana Universitas Indonesia (UI), Suyud menyampaikan pentingnya pelibatan masyarakat yang perlu diatur dalam Perda tersebut.
Pasalnya, hingga saat ini angka Buang Air Besar Sembarangan (BABS) masyarakat Jakarta masih tergolong tinggi, yakni berada pada angka 7%. Perlu pendampingan masif yang dilakukan pemerintah agar Perda tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik dapat efektif saat diimplementasikan.
“Kalau sosialisasi biasanya hanya sesaat tapi kalau pendampingan itu terus menerus sehingga kedepan bisa merubah pola pikir, mindset masyarakat bahwa air itu menjadi hal yang sangat penting bagi kehidupan kita,” Ujar Suyud melalui aplikasi daring dalam rapat Bapemperda, Kamis (10/8).
Sementara itu, Wakil Ketua Bapemperda DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi menyampaikan, saran, pendapat dan masukan diperlukan pihaknya dalam setiap melakukan pembahasan Perda. Apa yang disampaikan ahli dari UI tadi diharapkannya dapat menjadi pertimbangan saat pembahasan pasal-pasal agar Perda yang dilahirkan DPRD nantinya berkualitas dan mampu menjadi solusi dari permasalahan yang dialami warga Jakarta.
“Masukan-masukan itu menjadi bahan penting pada pembahasan berikutnya nanti. Sehingga kita berharap Perda ini nantinya aplikatif. Menjadi solusi atas masalah-masalah yang ada di lapangan,” terangnya.
Di lokasi yang sama, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta Ika Agustin Ningrum membenarkan pentingnya pendampingan terhadap masyarakat tersebut. Sebab menurutnya membangun kesadaran masyarakat tidak bisa hanya dilakukan sewaktu-waktu tetapi harus dilakukan secara terus menerus.
“Itu benar. Jadi kalau cuma sekedar sosialisasi itu kan cuma hanya satu pihak dari Pemerintah ke masyarakat. Nah, dalam perjalanan untuk membangun kesadaran masyarakat (agar tidak BABS) itu perlu di dampingi bagaimana kehidupan yang sehat itu seperti apa, karena faktanya, ada loh masyarakat yang kami kasih subsidi pembangunan fasilitas MCK (Mandi, Cuci, Kakus) itu mereka nggak mau. Itu kejadian di masyarakat yang tinggal di pinggir sungai kita,” tuturnya.
Ika menjelaskan pihaknya mencatat masih ada 7% dari total populasi Jakarta yang diketahui mempraktikkan BABS. Saluran pembuangan limbah domestik mereka langsung disalurkan ke sungai atau saluran irigasi milik Dinas SDA DKI Jakarta. Fenomena warga BABS itu terjadi di semua wilayah kota di Jakarta.
“7% dari total populasi Jakarta Itu jumlahnya banyak banget. Jangan dilihat dari persentasi 7% nya. Itu ratusan ribu orang. Karena memang masih banyak warga yang BABS sembarangan,” tandasnya. (DDJP/bad)