Keputusan Gubernur Nomor 903 Tahun 2016 dinilai memberatkan mereka.
Komisi A DPRD Provinsi DKI Jakarta menerima keluhan puluhan pengurus RT dan RW terkait kewajiban pelaporan melalui aplikasi UPT Jakarta Smart City yaitu Qlue, Kamis (26/5). Kewajiban untuk melaporkan perkembangan dan kondisi di wilayah RT dan RW masing-masing merupakan konsekwensi diberlakukannya Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 903 Tahun 2016 tentang Pemberian Uang Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi Rukun Tetangga dan Rukun Warga.
Dalam sehari, pengurus RT dan RW diwajibkan untuk menyampaikan laporannya melalui aplikasi Qlue. Setiap satu laporan pengurus RT mendapat Rp. 10.000,- dengan maksimal laporan tiga kali, sedangkan pengurus RW mendapat Rp. 12.500,- setiap laporannya, maksimal tiga kali.
Kepala Biro Tata Pemerintahan Pemprov DKI Jakarta, Bayu Megantara mengatakan dasar dibentuknya Keputusan Gubernur Nomor 903 Tahun 2016 adalah hasil evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri terhadap APBD Tahun Anggaran 2015 yaitu adanya pemborosan dana keuangan.
Dikatakannya, berdasarkan data yang diterima untuk Pengurus RT di Provinsi DKI Jakarta sebanyak 33.070 orang dan pengurus RW 2.709 orang. Dan dari data yang diterima per bulan April 2016 yang aktif menggunakan aplikasi Qlue tersebut sebanyak 6.089 orang dari jumlah RT dan RW yang ada.
Sedangkan Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Kehumasan Pemprov DKI Jakarta, Ii Karunia mengatakan, tujuan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 903 Tahun 2016 bertujuan sebagai alat transparansi pelayanan publik, partisipasi publik dan komunikasi publik.
Sementara itu, perwakilan RW dari Jakarta Pusat, Agus Iskandar menyampaikan, bahwa Pergub Nomor 168 Tahun 2014 tentang Pedoman RT dan RW serta Keputusan Gubernur Nomor 903 Tahun 2016 sangat memberatkan mereka.
“Keputusan Gubernur Nomor 903 Tahun 2016 perintahnya untuk melakukan tugas dan fungsi namun isinya berupa laporan pertanggungjawaban, jadi ngawur,” kata Agus Iskandar. Dirinya juga meminta agar Dewan untuk membatalkan Keputusan Gubernur Nomor 903 Tahun 2016 tersebut karena sangat memberatkan kerja RT dan RW di lapangan yang selama ini kerja mereka sebagai abdi negara.
Sedangkan perwakilan RT dan RW Se-Jakarta Selatan, Abdullah Kadir mengatakan, bahwa RT dan RW ditunjuk dari ketokohan mereka dilingkungan tempat tinggal mereka, yang menjadi adat istiadat sudah sejak dahulu.
“Dengan di keluarkannya Keputusan Gubernur Nomor 903 Tahun 2016, adalah penggusuran mental kebudayaan di lingkungan. Kami meminta agar dibatalkan atau direvisi kembali,” kata Abdullah Kadir.
Perwakilan RW Jakarta Barat, Didi mengatakan dengan adanya sistem aplikasi Qlue tersebut merasa dibatasi kegiatan serta ruang lingkup kerja RT dan RW.
Keberatan yang sama juga disampaikan oleh perwakilan RW se-Jakarta Timur, Lukmanul Hakim dan perwakilan pengurus RW se-Jakarta Utara, M Irsad.
Ketua Komisi A, Riano P. Ahmad berharap agar Kepala Diskominfomas, Biro Tapem serta pihak UPT Jakarta Smart City yang hadir pada kesempatan tersebut, agar menyampaikan permintaan dari perwakilan Pengurus RT dan RW se-DKI Jakarta untuk mencabut SK Gubernur Nomor 903 Tahun 2016 kepada Gubernur Provinsi DKI Jakarta.
Ii Karunia mengatakan, apabila di dalam penyelenggaraannya dilapangan masih ada kekurangan yang harus diperbaiki atau dievaluasi kembali, pihaknya akan segera melaporkan kepada Gubernur Provinsi DKI Jakarta terkait adanya keberatan dari Pengurus RT dan RW dalam penggunaan aplikasi Qlue tersebut. (red/wa)