Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Dimaz Raditya menilai, pengelolaan sampah organik berbasis budidaya maggot merupakan langkah efektif mengurangi beban pengiriman sampah Jakarta ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi.
Dimaz mengungkapkan itu usai meninjau Bank Sampah Sirkular Nusantara di Kelurahan Tugu Selatan, Jakarta Utara, Senin(10/11).
Setiap tahun, ungkap Dimaz, Pemprov DKI mengeluarkan sekitar Rp300-an miliar untuk biaya kompensasi kerja sama dengan Pemerintah Kota Bekasi atas pembuangan 7.000 hingga 8.000 ton sampah per hari.
Menurut dia, pengiriman sampah ke Bekasi bisa berkurang bila seluruh wilayah Jakarta menerapkan pengelolaan sampah organik berbasis budidaya maggot.
Ketua Komisi C DPRD DKI Dimaz Raditya. (dok.DDJP)
Satu titik pengelolaan berbasis maggot, ungkap Dimaz, mampu mengolah 30 hingga 50 ton sampah per hari. Bahkan bisa melayani wilayah sekitarnya.
“Artinya, pengolahan sampah dari sumber bisa membantu mengurangi tekanan volume sampah di tingkat kota,” tandas Dimaz.
Ia menambahkan, inisiatif warga dalam pengolahan maggot juga membuka peluang kerja baru di lingkungan masyarakat.
“Budidaya maggot bukan hanya menjaga kebersihan, tapi juga menyerap tenaga kerja lokal dan menciptakan sumber pendapatan baru,” kata Dimaz.
Sementara itu, Ketua RW 07 Tugu Selatan Suaib Sulaiman menuturkan, kapasitas pengolahan sampah organik di wilayahnya saat ini mencapai 15 ton per hari.
Potensinya, meningkatkan olahan hingga 50 ton. Terutama jika proses pemilahan dari rumah tangga berjalan optimal.
“Kalau semua kelurahan bisa mengelola seperti ini, persoalan sampah organik di Jakarta sebenarnya bisa selesai,” tukas Suaib.(all/df)