Pendidikan Berkarakter, Anak Butuh Kemampuan Beradaptasi

February 19, 2024 2:41 pm

Dirjen PAUD telah mendiversifikasi kurikulum PAUD sejak 2013. Kurikulum itu tidak elastis. Hanya berganti 8-10 tahun sekali. Namun tantangan dunia yang diakibatkan oleh perkembangan IPTEK menuntut kemampuan beradaptasi. Sehingga diversifikasi kurikulum untuk mengikuti kemajuan teknologi.

Menurut Anggota Komisi E DPRD DKI Solikhah, diversifikasi sangat penting. Meski tak kalah penting juga memaksimalkan relasi antara sekolah, orangtua, dan masyarakat.

“Meningkatkan kualitas guru. Ini juga penting, karena PAUD yang berkualitas juga sangat ditentukan oleh kualitas gurunya. Kalau gurunya berkualitas, InsyaAllah PAUD-nya akan ikut tergerak menjadi berkualitas. Persoalan pendidikan karakter tidak bisa hanya ditangani di sekolah,” ujar Sholikhah, beberapa waktu lalu.

Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Solikhah (dok.DDJP)

Anak di usia PAUD, tambah dia, hanya berada di sekolah kurang lebih 4-5 jam. Sedangkan mereka akan ada di rumah hampir sekitar 20-21 jam. Bila pendidikan karakter yang di rumah tidak disambung di sekolah, maka akan hilang.

“Misalnya, merokok itu merugikan kesehatan, sekolah mengajari hal itu begitu. Setelah pulang ke rumah, orangtuanya merokok. Anak akan menjadi bingung. Mana yang benar?” kata dia.

“Karena anak ini lebih sering berinteraksi dengan orangtuanya, kemudian mereka berkesimpulan, mungkin orangtua saya bebas. Sehingga pelajaran rokok itu merugikan kesehatan tidak akan efektif di sekolah. Nah, katakan efektif di rumah dan di sekolah. Kemudian anak pergi ke tempat publik dan menemui banyak orang merokok. Tentu anak akan menjadi bingung,” sambung Sholikhah.

Untuk mengefektifkan pendidikan karakter, tegas dia, memerlukan pengajaran karakter secara berkesinambungan. “Pengajaran karakter di rumah, sekolah, dan masyarakat itu berkesinambungan,” tutur dia.

Ia menambahkan, perlu memastikan kebutuhan esensial anak terpenuhi. “Sekarang, kita sama-sama tahu bahwa anak yang memiliki tumbuh kembang yang baik adalah anak yang terpenuhi kebutuhan esensialnya,” imbuh Sholikhah.

Di sisi lain, Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Ima Mahdiah mengatakan, terdapat lima kebutuhan esensial bagi anak. Yakni gizi, kesehatan, pendidikan, perlindungan, dan pengasuhan.

“Anak harus bergizi. Karena anak yang bergizi akan menjadi modal tumbuh kembang. Misalnya, anak itu bertubuh tinggi, maka berat badannya juga harus seimbang dengan umurnya. Kalau tidak, dia akan berada di posisi stunting. Nah, ini sangat merugikan si anak, merugikan keluarga, merugikan masyaraat, merugikan negara. Karena anak stuning akan kehilangan pendapatan sekitar 20 persen ketika mereka dewasa,” papar Ima Mahdiah.

Terkait kesehatan anak, kata Ima, menjadi modal dasar untuk bertumbuh kembang secara baik. “Bagi anak yang tidak sehat akan menjadi beban orangtuanya dan beban negara. Ketika dia tidak sehat di usia balitanya, ada kemungkinan dia akan mederita penyakit yang berat di usia dewasanya. Sehingga, anak sehat menjadi modal pembanunan,” pungkas Ima. (DDJP/stw/rul)