Kawasan Banjir Kanal Timur (BKT) identik dengan pedagang kaki lima (PKL). Aktivitas berjualan di sepanjang tepi kanal tersebut selalu ramai.
Bahkan kanal yang melintasi 11 kelurahan di Jakarta Timur dan dua kelurahan di Jakarta Utara itu menjadi destinasi wisata baru di Jakarta.
Kini, BKT menjadi ikon baru bagi Kota Administrasi Jakarta Timur bahkan ikon baru wisata Kota Jakarta.
Menyusuri sepanjang kanal ruas Jatinegara sampai Duren Sawit, aktivitas perdagangan berlangsung mulai sore hari hingga malam hari.
Kawasan itu dipenuhi PKL dengan beraneka ragam dagangan. Mulai dari pedagang makanan, pakaian, sampai mainan anak-anak.
Tingginya minat konsumen yang tersedot oleh berbagai jenis barang yang dijual para PKL membuat lalu lintas di sekitar kawasan tersebut macet.
Terutama malam Sabtu, malam Minggu dan malam Senin. Kondisi tersebut, bukan hanya membuat pengguna jalan mengeluh, tapi juga menimbulkan kemacetan.
Sehingga, pihak Kelurahan Pondok Bambu menyiagakan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) secara intensif.
Banyaknya PKL dan membludaknya konsumen seolah sangat tak memungkinkan lagi aktivitas perdagangan tersebut ditiadakan atau direlokasi ke tempat lain.
Karena itu Pemprov DKI Jakarta menata PKL di sepanjang BKT. Kesemrawutan dan kemacetan lalu lintas akibat aktivitas PKL itu kini dapat teratasi.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi menuturkan, pihak Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Provinsi DKI Jakarta mengakui, minat masyarakat Jakarta untuk terlibat dalam trasanksi jual beli di kawasan BKT sangat tinggi.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi. (dok.DDJP)
“Oleh karena itu, dengan menata mereka ke dalam zonasi, aktivitas di BKT kita harapkan lebih tertib dan rapi,” ujar Suhaimi, Jumat (22/3).
Empat Zonasi
Politisi PKS itu mengatakan, ratusan PKL yang selama ini berjualan mulai dari Kebon Nanas Kecamatan Jatinegara hingga Duren Sawit Jakarta Timur tersebut dibagi menjadi empat zonasi.
Setiap zonasi, warna tendanya berbeda. Sehingga mempermudah pengawasan. Zonasi pedagang makanan, pakaian dan jenis barang lainnya dipisahkan.
Penataan tersebut mulai diujicoba mulai Ramadhan 1441 Hijriyah. Saat ini, tercatat ada 780 PKL telah didata ulang dan mereka terbagi dalam empat zonasi.
Setiap PKL diberi lahan untuk berjualan dengan ukuran 3×3 meter. Posisi tenda juga diberi jarak untuk mempermudah orang melintas. Kondisi mulai tertata rapi dan tidak lagi semrawut.
“Para PKL yang telah terdaftar di empat zonasi juga harus mematuhi beberapa aturan yang disepakati. Salah satunya, selalu menjaga kebersihan. Kala ada PKL yang ketahuan membuang sampah sembarangan, izinnya akan dicabut dan mereka tak boleh lagi berjualan di KBT,” tutur beberapa PKL yang dihubungi.
Pengaturan Jam Operasional
Selain melalui pembagian zonasi, sambung Suhaimi, penataan juga dibarengi dengan pengaturan jam operasional.
“Mereka hanya diperbolehkan berjualan mulai pukul 16.00 hingga 24.00 WIB. Pada pagi dan siang hari, lokasi tersebut dilarang untuk aktivitas berjualan. Kecuali Minggu pagi, hingga pukul 10.00 WIB,” urai PKL.
Selain itu, para PKL yang menempati keempat zonasi tersebut dikenai retribusi Rp 3.000 per hari. Selain menata PKL, Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Provinsi (KUMKMP) DKI Jakarta juga menyediakan lahan parkir untuk pengunjung.
Sehingga, pengunjung tidak lagi memarkir kendaraannya di sembarang tempat dan memakan bahu jalan, seperti sebelumnya.
Langkah itu bisa terwujud karena Dinas KUMKMP DKI Jakarta sebelumnya telah berkoordinasi dengan berbagai pihak.
Antara lain camat, lurah, serta Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (BBSWCC) selaku instansi yang memegang kendali pembangunan di KBT.
“Situasinya sekarang lebih nyaman, dan aman. Apalagi kalau malam Sabtu dan malam Minggu, wisata malam di KBT tak kalah indahnya dengan wisata malam di Kota Tua,” kata Airin dan Astriana dari Pondok Ungu Permai, Bekasi. (DDJP/stw/rul)