Pesta demokrasi baru saja usai. Ada perubahan drastis pada diri Mahmud. Tidak sehari-harinya ia tertarik dunia politik.
Tidak tahu, angin apa yang nyusup di jiwa Mahmud kali ini. Mpok Saroh, isterinya juga bingung. Belakangan, seusai Pemilu, suaminya malah ’ngerem’ di kamar dan tak mau diganggu.
Malahan dia berpesan pada istrinya, jika ada tamu yang mencarinya, agar mengatakan dia sedang pergi.
“Memang kenapa Bang. Tumben-tumbenan Abang punya kelakuan aneh begitu. Kagak sari-sarinya begitu.Ane jadi curiga,” kata isterinya.
“Bawaan lu curiga melulu. Tapi bener Sar, kali ini aku lagi konsentrasi penuh. Ingat ya, jangan lupa pesan ane. Pokoknya, kalau ada tamu, bilangin aku lagi pergi. Apalagi kalau yang datang mau nagih utang,” kata Mahmud berkelakar.
Saroh tak menjawab sepatah kata pun. Dia Cuma bengong. Kenapa suaminya tiba-tiba berubah sikap seperti itu sejak usai Pemilu.
Ia cuma membatin, setan apa yang nempel di tubuh suaminya. “Assallamu allaikum,” tiba-tiba ada seseorang mengucam salam di depan pintu rumahnya.
“Astagfirullah….. !” Kenapa gua ngelamun. Bujuk buneng. Akh, yang kagak-kagak aje,,,,,,” kata Saroh sambil mendekap dadanya dengan kedua telapak tagannya. Nafasnya ngos-ngosan.
“Eeh………Enyak. Saya kira siapa,” kata Saroh saat membuka pintu.
“Kenapa nafasmu ngos-ngosan begitu ? Sakit asmamu lagi kambuh?” tanya emaknya.
“Enggak Nyak. Kagak tahu deh, kenapa belakangan Saroh sering kaget-kagetan. Apa saya kurang sehat?”
“Nah, kamu bagaimana sih. Kan kamu sendiri yang ngerasain Bukan enyak yang ngerasain,” jawab emaknya.
“Masuk deh Nyak. Ngomong-ngomong, mana kue rangi kelangenan aye?” kata Saroh sambil menuntun emaknya.
“Ade. Jangan takut. Nyak kagak bakal lupa ama makanan kelangenanmu,” kata Enyak sambil membongkar kresek.
Hampir seminggu Mahmud ngerem di kamar. Hanya sesekali keluar kamar Cuma bikin kopi dan makan doang. Kadang-kadang mulutnya komat-kamit.
Kadang-kadang tersenyum. ”Dikit lagi selesai. Entar gua pajang di sini, biar gempar,” kata Mahmud setengah berbisik sambil memandangi gambar tiga paslon presiden dan wakil presiden..
“Apanya yang gempar Bang?” tanya istrinya yang mendengar suara bisik-bisik Mahmud.
“Tugasmu nanti bikin minuman kopi, teh dan nyiapin makanan kecil buat Pak RT, Pak RW dan Pak Lurah. Panlu anggota Tim Peggerak PKK Kelurahan. Ane sudah kasih tahu Pak Camat sama Ketua Dewan Kelurahan,” kata Mahmud.
“Ada urusan apa sih, bang,?” tanya Saroh.
“Tenang aja Sar,nantir juga tahu,” kata Mahmud penuh rahasia.
Setelah tetangga, pengurus RT, RW, Pak Lurah, Pak Camat dan anggota Dewan Kelurahan datang, mereka juga bingung.
Satu sama lainnya saling bertanya. Tetapi semua tidak tahu apa yang ingin disampaikan Mahmud. Dalam pertemuan itu yang dibicarakan Mahmud tidak lain soal pemimpin kita sekarang.
Karena itu, dia minta para tamu untuk menganalisa pribadi calon pemimpin, kabinet yang bakal mendampingi presiden ke depan, kinerja anggota legislatif mendatang jika rakyat dibikin bingung seperti sekarang ini.
“Benarkah calon presiden kita sekarang ini benar-benar seperti ramalan Jayabaya yang disebut Satria Piningit sudah muncul?” kata Mahmud.
“Sampai di mana lu pelajari ramalan Jayabaya Mud? Sok tahu lu!” teriak Dullah dan Torik.
Tak lama Mahmud masuk ke rumah. Ketika keluar,ia membawa gulungan karton Manila. Lalu membuka gulungan karton itu.
Di situ ada lukisan paslon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar – Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.
Di bawah gambar itu ada tulisan huruf kapital gede-gede dalam kurung awal dan kurung akhir ”Pemimpinku Harapanku. Yang mana?”.
Mahmud lantas maju ke depan dan ngebahas ciri-ciri Satrio Piningit seperti diramalkan Jayabaya. Orangnya pendiam, tidak suka disanjung-sanjung, merakyat dan kerja keras untuk menyejahterakan rakyat.
“Nah, siapa Satrio Piningit calon pemimpin yang kita harapkan, hingga saat ini kita masih menunggu dengan harap-harap cemas. Karena masih mengambang,” ujarnya.
Para undangan hanya manggut-manggut dan bertanya-tanya. Sejak kapan Mahmud merintis jadi pelukis? Ketika undangan bertanya-tanya, Mahmud cuma cengar-cengir, karena moop yang dibikinnya cukup berhasil dan benar-benar surprise.
Lalu ia menarik Saroh istrinya untuk foto bersama di depan lukisannya. “Surprise deh Bung Mahmud Kagak disangka Bang Mahmud punya bakat seni,” kata Pak Camat sambil menyalami Mahmud dan isterinya diikuti undangan lainnya. (DDJP/stw)