Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi DKI Jakarta kembali mematangkan revisi Perda Nomor 1 tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang telah memasuki tahap harmonisasi.
Ketua Bapemperda DPRD DKI Jakarta Pantas Nainggolan mengatakan, kali ini pembahasan fokus pada mekanisme pemanfaatan lahan milik warga yang berdiri di zona hijau atau Ruang Terbuka Hijau (RTH). Menurutnya hal ini cukup krusial dan butuh penyempurnaan dibeberapa pasal.
“Kenyataannya saat ini banyak kawasan yang tersandra zona hijau, sehingga masyarakat tidak bisa apa-apa. Maka dengan revisi ini kita akan memberikan perhatian kesana,” ujarnya di Bogor Jawa Barat, Selasa (30/11).
Pantas menjelaskan penyempurnaan dilakukan pada pasal 113 ayat 2, dimana pemilik lahan yang berdiri diatas zona hijau kini boleh membuat bangunan berupa hunian dan tempat usaha dengan sejumlah syarat yang telah ditetapkan.
“Kita menghargai hak-hak yang ada disana. Kalau kemarin kan tidak bisa dikasih apa-apa, sekarang bisa diberikan IMB (izin mendirikan bangunan) dengan persyaratan tertentu,” ucapnya.
Syarat dimaksud ditetapkan dalam pasal 115 yakni untuk hunian, Lahan Perencanaan (LP) dapat dimanfaatkan maksimal 80% saja, sementara 20%nya wajib dijadikan RTH dengan lebar minimal limameter. Sedangkan untuk tempat usaha hanya bisa dibangun 70% sementara 30%nya untuk RTH.
Diatur juga bahwa RTH tersebut dapat diakses publik, serta bisa digunakan sebagai tempat rekreasi ataupun taman kota. Lalu diwajibkan juga pemilik lahan menanam pohon, serta membuat sumur resapan dua kali dari ketentuan.
“Denga begitu kita bisa menciptakan ruang hidup yang lebih segar dan asri. Sedangkan sumur resapan tujuannya untuk pelestarian air tanah, supaya air tanah bisa tetap terjaga,” ucapnya.
Dilokasi yang sama, Kepala Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta Heru Hermawanto menjelaskan hal terpenting dalam revisi ini yakni pemilik lahan harus bersedia membuat surat pernyataan diatas materai bahwa sewaktu-waktu lahannya siap dibebaskan Pemerintah.
“Dengan perjanjian itu, maka jika Pemerintah membutuhkan lahan itu, pemilik harus bersedia menerima ganti rugi sesuai Perundang-undangan,” tandasnya. (DDJP/gie/oki)