Pejuang Garis Dua Butuh Kebijakan Afirmasi

July 3, 2025 11:54 am

Permasalahan infertilitas kini menjadi isu nyata di tengah masyarakat urban, khususnya di Jakarta. Sekitar 12-15 persen pasangan usia subur di Indonesia mengalami kesulitan memiliki anak.

Hingga kini belum ada kebijakan nasional yang secara khusus berpihak pada kelompok yang dikenal sebagai ‘pejuang garis dua’.

Menanggapi kondisi itu, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Wibi Andrino mendorong agar pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta segera menyusun kebijakan afirmatif untuk mendukung pasangan yang mengalami gangguan kesuburan.

“Isu ini bukan hanya tentang keinginan memiliki anak, tetapi menyangkut kesehatan reproduksi, keadilan sosial, dan hak dasar setiap keluarga,” ujar Wibi dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu (2/7).

Sebagai bentuk komitmen, Wibi mengusulkan empat program utama yang dapat menjadi langkah konkret Pemprov DKI.

Pertama, program tersebut meliputi subsidi Program Fertilitas di RSUD. Program itu menyediakan subsidi parsial untuk prosedur inseminasi buatan atau bayi tabung di RSUD kelas A dan B.

Khususnya bagi pasangan berpenghasilan rendah hingga menengah dan yang memiliki KTP DKI Jakarta.

Kedua, pemeriksaan fertilitas gratis atau terjangkau di Puskesmas. Yakni pemeriksaan hormon, USG, serta edukasi fertilitas.

“Perlu menjadi bagian dari pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas. Program ini juga diharapkan terintegrasi dengan Program Kesehatan Reproduksi Ibu dan Remaja,” lanjut Wibi.

Ketiga, layanan konseling dan psikososial fertilitas. Layanan tersebut ditujukan untuk mendampingi pasangan menghadapi tekanan mental akibat infertilitas.

Pelaksanaannya melibatkan kolaborasi antara psikolog, tenaga medis, dan komunitas.

Keempat, cuti fertilitas dalam regulasi ketenagakerjaan daerah. Usulan itu mendorong adanya cuti khusus bagi ASN dan karyawan BUMD selama menjalani prosedur fertilitas.

“Seperti IVF atau tindakan medis fertilitas tanpa mengurangi hak cuti lainnya,” terang Wibi.

Ia mencontohkan negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, dan Singapura yang telah lebih dulu mengimplementasikan dukungan finansial, cuti fertilitas, dan layanan konseling untuk warganya.

Inisiatif tersebut, harap Wibi, dapat menjadikan Jakarta sebagai contoh dalam penanganan isu kesuburan dan hak reproduksi yang lebih inklusif dan berkeadilan sosial.

“Jakarta sebagai ibukota negara dan barometer kebijakan nasional harus berani menjadi pelopor kebijakan yang manusiawi dan berpihak pada harapan warganya,” tukas dia. (red)